Sangihe, Barta1.com – Koalisi Save Sangihe Island (SSI) atau Selamatkan Sangihe Ikekendage, bersama dengan para tua-tua adat di Kabupaten Kepulauan Sangihe, menggelar ritual adat “Dalumatehu Sӗmbanua” (Rintihan Jiwa Bersama) pada Sabtu (16/12/2023) di kompleks Pelabuhan Tua Tahuna. Ritual ini diinisiasi sebagai bentuk keprihatinan terhadap maraknya operasi pertambangan ilegal di Pulau Sangihe yang melibatkan perusahaan seperti PT. Tambang Mas Sangihe (TMS), CV. Mahamu Hebat Sejahtera (MHS), dan PT. Putra Rimpulaeng Persada (PRP).
Kegiatan ini merespon pelanggaran hukum dan dampak serius terhadap lingkungan pesisir, termasuk ancaman terhadap ekosistem mangrove dan sumber daya laut di sekitar pulau tersebut. Aktivitas ilegal mining di daerah Entanah Mahamu, kampung Bowone, telah menciptakan kerusakan signifikan, termasuk sedimentasi lumpur yang semakin parah, dugaan keracunan masyarakat di Bowone karena konsumsi kerang, dan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap ikan dari Teluk Binebas.
Dalam ritual ‘Dalumatehu Sӗmbanua’, masyarakat menyampaikan pesan permohonan kepada Tuhan, pengakuan kesalahan, dan meminta berkat dalam perjuangan mempertahankan tanah leluhur mereka.
Jull Takaliuang, sebagai inisiator Save Sangihe Island (SSI), menyuarakan perlawanan dan mengajak semua pihak, terutama para tua-tua adat, untuk bersatu dan menjaga keberlanjutan Sangihe. Dalam pernyataannya, Takaliuang menyampaikan kegelisahan terhadap situasi saat ini, “Selamatkan Sangihe sekarang, mana jati diri orang Sangihe, kenapa semua diam. Sangihe adalah tempat berangkat dan tempat untuk pulang jangan dirusak oleh siapapun,” Ungkap dia.
Takaliuang mengucapkan terima kasih atas dukungan para tua-tua adat di Sangihe dan menekankan agar tidak ada yang membatasi atau menakuti perjuangan anak daerah. Ia meminta untuk mencontohi semangat pahlawan nasional Bataha Santiago yang tidak mau berkompromi dengan penjajah.
“Saya berterima kasih kepada semua tua-tua adat, orang-orang yang tidak takut. Kalau mungkin di sini ada ASN atau pejabat dibatasi dengan berbagai aturan tapi sebagai anak daerah tidak boleh diam. Tanah ini kita punya, sebuah teguran keras kalau pahlawan santiago sudah dinobatkan sebagai pahlawan nasional, kemudian cucu cucunya penakut,” tegas dia.
Takaliuang menekankan urgensi menghentikan tambang ilegal di Sangihe untuk mencegah terjadinya tragedi seperti di Buyat, di mana hasil laut tercemar dan menyebabkan penyakit. “Hentikan tambang ilegal ini karena kita jangan sampai suatu saat akan sadar bahwa ikan kita sudah tidak bisa dimakan. Anak-anak akan makan ikan beracun, jangan sampai Buyat terjadi di Sangihe,” ungkap dia.
Menyikapi kegiatan ini, Pj. Bupati Kabupaten Kepulauan Sangihe, dr. Rinny Tamuntuan yang diwakili oleh Asisten I Pemerintahan Johanis Pilat, menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Save Sangihe Island (SSI). Pilat mengajak semua pihak untuk merenung dan memaknai secara sungguh-sungguh ritual adat sebagai suatu momen sakral yang mengingatkan kita akan ketergantungan dengan Tuhan dan tanggung jawab kita untuk menjaga alam ciptaannya.
Dalam pernyataannya, Pilat menegaskan, “Tuhan kiranya mendengarkan seruan rintihan kita semua, kita boleh dijauhkan dari segala bentuk bahaya atas daerah yang kita cintai ini.” Ia juga memotivasi pemerintah dan masyarakat, termasuk badan pembina adat dan para tua-tua adat, untuk terus bergandeng tangan dalam menjaga kelestarian Sangihe.
Sejumlah tetua adat yang tergabung dalam Badan Pembina Adat Kepulauan Sangihe, seperti Olden Ambui, Riedel Sipir, Niklas Mehare, Patras Madonsa, Jun Salatu, dan tokoh adat Yunius Manahempang beserta Agustinus Mananohas, ikut tergabung dalam ritual ini.
Ritual ‘Dalumatehu Sӗmbanua’ bukan hanya sebagai ungkapan keprihatinan, tetapi juga sebagai panggilan bersama untuk menyelamatkan Sangihe dari ancaman kehancuran. Dengan dukungan para tua-tua adat dan seluruh pemangku kepentingan yang peduli, diharapkan kekuatan adat dapat menjadi jembatan penting dalam upaya melestarikan keindahan dan keberlanjutan pulau ini.
Peliput: Rendy Saselah
Discussion about this post