Catatan:
Iverdixon Tinungki
Saya mengenal Jim R Tindi di penghujung 1990. Ketika itu, ia sudah berada di jalan sebagai aktivis mahasiswa dan seorang demonstran. Dalam usia yang sangat muda ia telah menjadi bagian dari barisan terdepan kelompok perlawanan terhadap rezim Orde Baru bersama PRD (Partai Rakyat Demokratik) .
Ia juga dikenal sebagai aktivis yang sangat berpihak pada nasib kaum bawah. Ia bahkan berani berhadap-hadapan dengan peluru dan gas air mata demi membela nasib kaum papah, kaum yang tertindas dengan rupa-rupa persoalan bangsa.
Di tahun-tahun itu di Sulawesi Utara, dalam beberapa kesempatan, saya dan Jim sama-sama berada di tengah aksi massa demonstrasi.
Konsistensinya pada masalah-masalah kerakyatan tak diragukan lagi, bahkan ia harus meninggalkan dunia Kampus untuk memilih apa yang disebutnya sebagai “Jalan Terjal” perjuangan. Sebuah jalan yang hanya menyisakan dua pilihan baginya yaitu mencapai puncak atau tergelincir.
Pada suatu hari di bulan November 2016, saya dan Jim melewatkan sore di beranda rumah saya dengan diskusi kecil terkait kerisauannya dalam mencermati fenomena kekuasaan dan peta politik Indonesia sambil menikmati kopi hitam buatan istri saya. Dari diskusi yang mengasyikan itulah saya kemudian menulis sebuah puisi untuknya:
KEPADA SAHABATKU SANG DEMONSTRAN
— untuk Jim R Tindi
kita telah kenyang memamah jerami dalam barisan kemiskinan
di suatu siang yang begitu pengap oleh perasaan sunyi
kehilangan. kita telah kenyang menyusuri gegap keributan
di pucukpucuk gagasan memanusiakan atau melenyapkan. kita
telah kenyang oleh tombak kekuasaan yang begitu buas
menancapi benibenih kebaikan
kita telah kenyang menyulut kebaikan itu di lolongan yang
tertimbun di tengah kota di tengah menaramenara di tengah
pusatpusat perbelanjaan saat hari begitu panas dan air mata
tumpah di mata kita. karena ternyata kita harus menangis
memandang kebingungan muncul dari detakkan langkah. entah
ke mana orangorang itu melepas kemalangan
kita telah kenyang dari jauh menatap pusat perbelanjaan. sedang
di kantong kita hanya tersisa uang angkot untuk pulang. kita
telah kenyang jadi penyair dan demonstran yang cuma punya
tabungan renungan kehidupan tapi diganyang oleh ruparupa
perlawanan. kita tak bisa membelanjakan tabungan itu. meski
hanya untuk oleole buat cucu kita
kadang kita duduk dan berpikir. kita telah kenyang hidup
dikesunyian yang terpinggir. dari pinggir itu kita menatap
pusatpusat perbelanjaan menengok lebih dalam ke akar
kehilangan. dan kita kenyang oleh haus saat deras hujan belum
juga datang. kita berlindung di bawah pohon di pinggirpinggir
jalan. kita kembali dikenyangkan hingar bingar yang lalu lalang tak
saling memandang. kita akan kenyang oleh semua itu hingga kita
menjadi tua dan tertimbun di bawah zaman
Pergaulan dengan Jim membuat saya sangat hafal dengan mimiknya saat riang. Bahkan juga gestik punggungnya setiap kali ia meninggalkan beranda rumah saya.
Maka membayangkan anak kelahiran desa Bulude pulau Kabaruan, Talaud pada 26 Oktober 1972 ini, bagi saya seakan membayangkan Ernesto Che Guevara de la Serna, seorang revolusioner Marxis Argentina.
Jim dan Che Guevara sama-sama memiliki aksen revolusi yang sama pada setiap diksi yang mereka ucapkan, bahkan pada gestur saat mereka berjalan.
Jim memulai langkah politiknya lewat PRD Sulut yang sempat dipimpinnya pada periode 1998-2000 dan 2016-2021, lalu bergabung dengan beberapa partai saat pemilihan legislatif. Saat melangkah ke panggung politik Jim terbilang politisi yang paling vocal mengkritisi berbagai kebijakan yang tak berpihak pada kepentingan rakyat. Juga berbagai masalah terkait daerah perbatasan Sangihe Talaud.
Konsistensinya pada masalah-masalah perbatasan di antaranya dapat terbaca lewat kritiknya terkait masalah cipratan dana Rp. 60 Miliar ke Kabupaten Kepulauan Talaud, dari total Rp. 3,1 Triliun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) tahun anggaran 2018.
Sosok yang punya jam terbang tinggi dalam mencermati berbagai proses pembangunan Sulawesi Utara ini mengatakan, gemuknya APBD Sulut tersebut karena provinsi ini masuk dalam kriteria provinsi kepulauan, bukan mengacu pada besaran jumlah penduduk, yang selama ini menjadi acuan kriteria pembagian dana pembangunan provinsi itu.
“Ini alasan Pemerintah Pusat menyetujui APBD Sulut 2018,” kata Jim sebagaimana dilansir media daring Barta1.com.
Ada 3 daerah kabupaten kepulauan di Provinsi Sulawesi Utara, yakni: Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), Kabupaten Kepulauan Sangihe, dan Kabupaten Kepulauan Talaud. Maka riskan dan terasa bertentangan dengan kebijakan Pemerintah Pusat, kata Jim, saat alokasi dana provinsi ke berbagai kabupaten kota mengacu pada besaran jumlah penduduk.
Apalagi, Rp.60 Miliar yang dicipratkan ke Talaud itu sudah termasuk gaji PNS Provinsi Sulut di daerah seperti guru-guru SLTA. Bayangkan, kata dia, berapa sisa anggaran untuk porsi pembanguan fisik dari dana tersebut?
“Nasib Kabupaten Sitaro dan Kabupaten Sangihe tak lebih sama dengan Talaud. Karena mengacu pada besaran jumlah penduduk, maka kabupaten kota di daratan Sulawesi Utara mendapankan porsi anggaran yang besar, karena jumlah penduduknya besar, sementara 3 kabupaten kepulauan yang penduduknya relatif kecil, kecipratan remahnya saja,” ungkap dia.
Jim menilai, sikap provinsi ini tidak sejalan dengan semangat Pemerintah Pusat yang lagi focus membangun daerah kepulauan dan perbatasan.
“Provinsi hanya menggunakan sebelah mata dalam melihat urgensi persoalan pembangunan kawasan kepulauan dan daerah perbatasan,” kritiknya.
Jim Robert Tindi adalah penyuka lagu “My Way” ciptaan Paul Anka yang dipopulerkan Frank Sinarta. Sebagaimana pilihannya sebagai demonstran sekaligus politisi, ia menadang hidup sebagai suatu perjalanan tiada henti.
Di suatu hari, ia pernah mengatakan kepada saya: “Politisi sejati adalah mereka yang tak henti berjuang setiap kali gagal mencapai tujuan!”. Sebagai politisi idealis yang tak mau tawar menawar dengan politik uang, Jim beberapa kali gagal dalam kontestasi legislatif. Tapi untuk 2024, ia mengatakan akan masuk gelanggang politik lagi. Bagi dia politik adalah sebuah perjuangan untuk memenangkan gagasan bukan semata kekuasaan dan Harta.
Pada tahun 2016 Jim sempat menjadi Staf Khusus pejabat Bupati Sangihe Jhon H. Palandung. Sejak Maret 2022 Jim diangkat menjadi Staf Khusus Bupati Kepulauan Talaud Elly E. Lasut.
Untuk langkah politiknya ke depan, saya mendedikasikan puisi berikut ini untuknya:
BERPERAHU DI TIMUR KITA
berperahulah di sini, di timur kita
dengan pinisi dan kora sendiri
di ruh pertempuran harga diri
biar perahu laut ini jadi cerita abadi
kita takkan lagi berlayar ke barat
ke sarang para penipu, pencoleng, perompak
ke otak penuh rancang kiamatkiamat
memerah rakyat bawah tak lagi punya suara
sekadar meratap
berperahulah di sini, di mimpimimpi kita
leluasa menenum kembali kisahkisah bandar
perahuperahu timur teguh menganyam
gemuruh demi gemuruh jadi lembaranlembaran buku
bacaan anak cucu
kayuhan demi kayuhan akan mendekatkan semua harapan
pernah tumbuh di batangbatang sejarah
hingga semua yang kita sesap dan makan
adalah buah jerih lelah, tiap jengkal tanah laut
yang kita rawat
sudah saatnya kita lupakah semua kepalsuan
dongengdongeng murah tak punya daya mengubah
berhektarhektar mimpi kita jadi untung selamat
bermilmil harapan kita bertemu bandarbandar rahmat
barangkali tak ada lagi kata tawar menawar
untuk pilihan harus ditegakkan ini
dimana saatnya kita berperahu di laut sendiri
Manado, 26 April 2022
Iverdixon Tinungki
Discussion about this post