Manado, Barta1.com – Timbulnya stigma negatif terhadap minuman tradisional cap tikus membuat pemerintah lalai untuk mengeluarkan kebijakan tentang legalitas sebagai kearifan lokal yang pada dasarnya tertuang Perpres nomor 10 tahun 2021, pasal 3 ayat (1) huruf C.
Guna mempertahankan minuman primadona Sulut ini, berbagai cara dilakukan oleh petani cap tikus serta komunitas yang ada. Salah satunya, konsolidasi Aliansi Peduli Cap Tikus di Desa Malola, Minggu (13/3/2022).
Hizkia Yosia Kherenle Rantung mengatakan cap tikus sudah sangat familiar di kalangan masyarakat. Bahkan menjadi sumber mata pencaharian masyarakat Sulut terutama Tou Minahasa. “Cap tikus salah satu penunjang ekonomi bagi petani, yang mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga menggapai cita-citanya,” tutur mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fispol Unsrat Manado, Sabtu (12/3/2022).
Akan tetapi, kata dia, minuman cap tikus dianggap kriminal oleh beberapa kalangan yang mencoba merasionalisasikan cap tikus dari prespektif atau pandangan yang sangat sempit, yaitu dari apa yang mereka saksikan dari lingkungan sendiri. “Cap tikus merupakan produk lokal Sulut yang memiliki pengolahan cara tersendiri yang disebut tradisi ‘batifar’. Tradisi ‘batifar’ sedari dahulu hingga saat ini masih digunakan oleh petani cap tikus,” ungkapnya.
Jika menelisik prespektif antropologi, minuman tradisional ini sudah melekat pada masyarakat. Pada zaman dahulu minuman cap tikus dikonsumsi para kaum pribumi.Tradisi masyarakat Minahasa dalam acara naik rumah baru, tuan rumah harus menyediakan minuman cap tikus kepada tua-tua adat, atau dikenal dengan ‘tuasan e sopi a maka wale’.
“Berangkat dari hal tersebut sepatutnya pemerintah melegalkan cap tikus sebagai kearifan lokal Sulut yang harus dilegalkan,” ucapnya sembari menyebut sebutan sopi berubah cap tikus ketika orang Minahasa mengikuti pendidikan militer untuk menghadapi perang Jawa, sebelum tahun 1829.
Kala itu ditemukan sopi dalam botol-botol biru dengan gambar ekor tikus. “Minuman tradisional cap tikus harus dilestarikan, dan harus diwariskan secara turun temurun,” tegasnya.
Peliput : Meikel Pontolondo
Discussion about this post