Manado, Barta1.com – Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 11 Manado merupakan sekolah pertama di Sulut yang berbasis budaya lokal. Hal itu disampaikan Kepala SMPN 11 Manado, Enoch Saul kepada Barta1.com, Sabtu (12/03/2022). “Sejak bulan Januari kami sudah menerapkan budaya lokal di lingkungan sekolah. Tetapi, launching sekolah berbasis lokal ini direncanakan pada bulan Mei 2022,” ungkapnya.
“Pemerintah sudah menargetkan melalui Kemendikbud tentang penguatan pendidikan karakter, bahwa karakter siswa itu harus ditanamkan di seluruh siswa-siswi di Indonesia. Tetapi, masalahnya hingga saat ini pendidikan karakter belum maksimal dimana siswa masih tawuran, melakukan kriminal tinggi, tatak rama dan sopan santun jauh yang diharapkan,” ujarnya.
Kemudian, ketika ditarik benang merahnya dengan tradisi dahulu, ajaran leluhur lebih baik dengan menghormati orang tua, tidak berdebat dengan orang tua, bahkan cara menyapa pun dengan cara yang sopan. “Anak-anak dahulu melihat guru saja sudah takut. Jika hari ini, siswa-siswi kelihatan mau melawan gurunya sendiri ketika ditegur, jadi nilai-nilai budaya lokal kita sangat jauh hari jika ditarik benang merahnya,” katanya.
Budaya lokal ini harus menjadi dasar bagi anak-anak untuk landasan berpijak menuju kemajuan, saat ini betul era kecanggihan teknologi, tetapi kita melihat negara maju Jepang dengan kemajuan teknologinya, tetapi budaya lokal luar biasa dimana sangat menghormati baju adatnya, minuman sakenya, samurai hingga disiplin.
“Lihat anak-anak di sana, saat gurunya masuk anak-anaknya langsung menghormati dengan budaya penghormatannya, akar budaya lokalnya disana kuat sekali hingga membetuk karakter anak-anak atau regenerasi baru,” tuturnya.
Menurutnya, di Indonesia termasuk di Sulut berlomba-lomba untuk berbasis Internasional dengan menggunakan bahasa Inggris, dan budaya lokal ditinggalkan. “Jika budaya lokal ditinggalkan, itu rapuh. Jadi, SMPN 11 Manado akan menanamkan kembali budaya lokal bagi anak-anak, dan saat ini ditetapkan oleh kementrian dengan 6 profil Pancasila, dan kami mulai menerapkan dengan pendekatan budaya lokal seperti bagaimana mengangkat cerita Maengket, maengket itu cerita orang Minahasa mengucapkan rasa syukurnya Kepada Tuhan setelah selesai panen, kemudian Tulude adalah ucapan syukur masyarakat Sangihe yang harus diajarkan sekarang sebagai penghormatan kepada Tuhan, naik rumah baru Rumamba di Minahasa harus di doakan terlebih dahulu, dari dahulu orang tua kita sering mengucapkan rasa syukurnya dan sangat menghormati akan budaya lokal yang ada,” ucapnya.
“Adapun profil Pancasila yang akan diterapkan yakni bagaimana bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, dan Berakhlak mulia didalamnya ada sopan santun, integritas, cara menghormati orang tua, ini yang harus diterapkan bagi anak-anak kita saat ini. Kedua kebhinekaan global dimana menghormati mereka yang berbeda budaya, agama. Dari dahulu orang tua sudah mengajarkan saling menghormati perbedaan dan disatukan ketika bergotong-royong yang dikenal mapalus, dan mapalose, ini budaya lokal yang kementrian belum angkat, yang sudah dilakukan orang tua kita sejak dahulu. Adapun kemandirian, bernalar kritis dan kreatif.
Enoch menyebut, setiap siswa-siswi dan tenaga pendidik jika saling bertemu tidak lagi mengucapkan selamat pagi, melainkan mengucapkan ‘tabea’. “SMPN 11 Manado akan mengajarkan 4 etnis budaya yang ada di Sulut yakni Minahasa, Sangihe, Bolmong dan Bantik. Jadi, 4 budaya kita angkat dan akan dikembangkan, kemudian di muka Gerbang akan dipasang ucapan selamat datang dengan bahasa 4 etnis ini,” imbuhnya.
Sekolah di sini juga setiap pagi siswa-siswi dan guru-guru sudah disambut dengan nyanyian masamper dan kolintang, kelihatan dari depan sudah ada guru-guru yang melakukan yora. Cara seperti ini juga, tidak membuat guru-guru dan siswa tidak tegang pada saat pagi.
Ia menambahkan, ketika siswa pulang sekolah akan diantarkan dengan lagu Mangemo Sako Mangemo. “Siswa dan guru-guru di sini seminggu sekali akan melakukan upacara dengan menggunakan pakaian adat, ekstrakulikuler akan dilatih Kolintang, Masamper dan budaya tarian lokal lainnya, dan akan melibatkan seluruh kelas mulai bulan Mei 2022,” bebernya.
Enoch juga berharap kedepannya, ada hasil yang dimana peserta didik memiliki karakter budaya berbangsa yang kuat dilandasi dengan nilai-nilai budaya lokal, agar dengan budaya bisa meraih cita-cita dan teknologi maju kedepannya. Pantauan Barta1.com, beberapa tiang sekolah sudah dihiasi motif gambar dari 4 etnis yang ada di Sulut yaitu Minahasa, Sangihe, Bolmong dan Bantik.
Peliput : Meikel Pontolondo
Discussion about this post