• Contact
  • Home 1
    • Indeks Berita
  • Home 2
  • Home 3
  • Home 4
  • Home 5
  • Kebijakan Privasi
  • Laman Contoh
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Webtorial
Minggu, Juni 26, 2022
  • Login
Barta1.com
  • Home
  • News
    • Daerah
    • Edukasi
    • Nasional
    • Barta Grafis
    • Prodcast
  • Politik
  • Kultur
    • Budaya
    • Sejarah
    • Seni
    • Sastra
    • Biografi
  • Fokus
    • Lipsus
    • Opini
    • Tajuk
  • Olahraga
  • Mereka Menulis
    • Esoterisisme
    • SWRF
  • Video
  • Webtorial
  • Indeks Berita
No Result
View All Result
  • Home
  • News
    • Daerah
    • Edukasi
    • Nasional
    • Barta Grafis
    • Prodcast
  • Politik
  • Kultur
    • Budaya
    • Sejarah
    • Seni
    • Sastra
    • Biografi
  • Fokus
    • Lipsus
    • Opini
    • Tajuk
  • Olahraga
  • Mereka Menulis
    • Esoterisisme
    • SWRF
  • Video
  • Webtorial
  • Indeks Berita
No Result
View All Result
Barta1.com
No Result
View All Result
Home SWRF

Sekolah Gunung Manganitu, Jasa dan Pengaruh Literasi Steller di Sangihe

by Redaksi Barta1
31 Agustus 2021
in SWRF
0
Sekolah Gunung Manganitu, Jasa dan Pengaruh Literasi Steller di Sangihe
0
SHARES
578
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Iverdixon Tinungki

Orang-orang Sangihe tak mungkin melupakan jasa Ernes Steller, Pendeta Sending yang bertugas di Manganitu (1857 – 1897). Buah pengabdiannya di bidang pendidikan, misionaris dan literasi telah menggerakan transformasi luar biasa di negeri kepulauan itu.

Alexander Pasikuali, salah satu generasi “tukang” paling terkemuka dari pulau Sangihe. Siapa menyangka lelaki yang hanya mengenyam pendidikan hingga kelas III SD di sebuah desa di Sangihe itu dikemudian hari menjadi ahli rancang bangun kapal bertonase dari 100 hingga 600 GT (Gross Tonnage).

Ditemui penulis di rumahnya, kelurahan Tuminting Lingkungan 3 Manado, pada September 2018, putra kelahiran Lesa, Sangihe, 27 September 1941 ini mengatakan keahliannya membangun kapal tak lepas dari pelajaran pertukangan dari masa misionaris E.T. Steller. “Sejak usia 13 saya mulai belajar kerja pertukangan dari orang-orang tua lepasan ‘Sekolah Gunung Manganitu’ yang didirikan tuang Pandita Stellere,” ujarnya.

Dikisahkan, ia awalnya menguasai teknik pertukangan rumah, kemudian mencoba mengerjakan pembuatan perahu, lalu berkembang ke pembuatan kapal bertonase besar di Sangihe. Sejak tahun 1975, puluhan kapal buatannya meramaikan jalur pelayaran rakyat Indonesia Timur yang pada masa itu masih dalam keadaan kekurangan sarana angkutan laut antar pulau.

Kapal-Kapal buatannya di antaranya, KM Patmos, KM Kalvari, KM Sentosa, KM Agape, KM Agape Jaya, KM Verolis, KM Agape Mulia, KM Agape 1, KM Agape 2, KM Monalisa, KM Teluk Tahuna (Cargo), KM Agape star, KM Agape Indah, KM Ave Maria, KM Teratai, KM Getsemani. KM Agape Sejati, serta puluhan kapal Pajeko, Kapal Ikan Viber, Kapal Pesiar, Kapal Puskesmas keliling, dan berbagai jenis perahu.

Sebagai orang pertama yang meletakkan pola pembangunan konstruksi kapal bertonase besar di Sangihe, Opa Pasikuali -sapaan akrabnya– mengaku telah mewariskan keahlian pertukangannya kepada para muridnya. “Sekitar seratusan murid saya sekarang telah menjadi ahli pembuat kapal di berbagai daerah di Indonesia baik jenis kapal berkonstruksi kayu hingga yang berkonstruksi besi,” ujarnya.

Dikatakannya, ilmu pertukangan yang dimilikinya harus diwariskan karena hal tersebut merupakan salah satu misi dalam pelajaran hidup yang diajarkan para pendeta di masa lalu. Tahun 1979, Sinar Harapan menjulukinya “Anak Ajaib” dari Kepulauan Nusa Utara. Lansiran berita salah satu harian terkemuka Indonesia ini selain mengejutkan dunia Bahari dan Kemaritiman Indonesia, juga sampai ke telinga Presiden Soeharto. Istana Negara akhirnya menyiapkan penghargaan untuk sosok di balik layar yang berjasa memupus keterpencilan pulau-pulau di Indonesia Timur lewat kapal-kapal pelayaran rakyat buatannya.

Tak banyak orang mengenal lelaki bersahaja berusia 77 tahun yang menjadi penerus tradisi pertukangan Sekolah Gunung E.T. Steller ini. Bahkan penghargaan yang diberikan Istana Negara tidak pernah sampai ke tangannya. Kendati jasa dan karya besarnya terkesan telah dilupakan begitu saja, Alexander tampak menjalani masa tuanya dengan penuh suka cita di rumahnya, bilangan Tuminting Lingkungan 3 Manado hingga meninggal pada tahun 2020.

Pengabdian Sang Misionaris

Berbarengan dengan ekspansi VOC ke negeri rempah nusantara, di Eropa pada tahun l848 Badan Zendeling yang menangani urusan pekabaran Injil membuka kesempatan bagi pemuda-pemuda untuk menjadi misionaris. Memanfaatkan kesempatan yang ada, Steller seorang Jerman ingin memberi diri menjadi tenaga misionaris di bawah Badan Zendeling Tukang.

Zendeling Tukang adalah sebuah Badan yang didirikan oleh Lembaga Misioner Gereformmed untuk mengantisipasi kekosongan tenaga misionaris di beberapa tempat yang sulit. Para tenaga misionaris ini datang dari latar belakang status sosial yang rendah sehingga mereka mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan alam di mana mereka ditugaskan.

Melalui keterampilan pertukangan yang dimiliki Steller, maka diapun diutus ke Pulau Sangir setelah ditahbiskan pada l7 Desember l854 di Jerman. Dalam kurun waktu 3 bulan setelah mereka tiba dari Jerman kemudian diberangkatkan dengan kapal “Stad Scheveningen” dari Rotterdam menuju Hindia. Kemudian Steller bersama kawan-kawannya menempuh pelayaran selang 95 hari menuju Batavia dan tepat pada tanggal 3 Juli 1855 kapal yang mengangkut mereka tiba di Batavia.

Pada bulan Oktober 1856 Gubernemen memberikan izin kepada mereka untuk menjadi tenaga zendeling di pulau-pulau Sangihe di mana pada tanggal 5 November 1856 mereka menerima qualificatie-acte (surat hak sebagai pendeta) dari pengurus Gereja Protestan di Batavia, kemudian barulah pada tanggal 24 Oktober 1856 mereka dapat meneruskan perjalanan ke Manado. Tepatnya pada malam Tahun baru mereka tiba di pelabuhan Kema, dan langsung menginjakkan kaki perdana di daratan Minahasa. Selama kurang lebih setengah tahun mereka menetap di Minahasa dan membantu melakukan pekerjaan pelayanan, selanjutnya pada 1857 melakukan pelayaran ke pulau-pulau di Sangihe Talaud dengan menumpang kapal raja-raja hendak pulang setelah mengantar upeti kepada Gubernemen (gubernur).

F.Keling dan A. Grohe di utus ke Siau dan Tagulandang. Keling bertugas di Ondong (Siau Barat dan Tagulandang), Grohe bertugas di Ulu Siau. Terbentur dengan masalah-masalah politik dan juga sikap raja-raja yang kurang toleran, maka pada tahun 1867 Grohe pindah ke pulau Sangihe Besar yang bagian selatannya masih termasuk wilayah Siau.

Sementara itu, E.T. Steller dan C.W.L.M. Schroder diutus ke Sangir Besar pada tanggal 20 Juni 1857 dari pelabuhan Manado bersama-sama dengan raja Manganitu menuju lapangan kerja mereka di Manganitu. Kedatangan mereka rupanya sudah diketahui oleh penduduk, sehingga pada tanggal 25 Juni ketika mereka tiba, penduduk menyambut mereka dengan begitu hangat melalui nyanyian anak-anak sekolah. Steler tinggal di Manganitu yang merupakan wilayah pelayanannya, sendangkan Schroder ditugaskan di wilayah Tabukan.

E.T. Steller menikah dengan Auguste Paulina Schrode (11 Mei 1859). Dari hasil perkawinannya ia dikaruniakan 5 orang anak dan sesuai dengan permintaan pemerintah Hindia Belanda maka, anak-anaknya di sekolahkan di Belanda. Selama 40 tahun ia melayani sebagai penginjil tukang di Sangihe, dan tutup usia pada 3 Januari 1897 di Manganitu, sedangkan istrilnya meninggal pada 25 Mei 1889. Keduanya dimakamkan di Kompleks rumah Pastori Gereja Manganitu sekarang Jemaat Petra Manganitu.

Ernst Traugott Steller adalah nama lengkap lelaki terpelajar dari negeri Prusia ini. Ia penyandang gelar Meistersinger ahli Seni Liris dan Tukang yang kreatif terdidik. Sebagai misionaris, ia seorang Calvinism Pietisme.

Pendeta A. Makasar, M.Th dalam sebuah artikelnya yang berjudul: “Jejak Petualangan Penginjil Tukang” mengatakan, kehadiran Steller telah membuat perubahan dan perkembangan luar biasa di wilayah Manganitu, Sangihe dan sekitarnya.

Sejak tiba di Sangihe, ia membuka sekolah di Manganitu untuk “pemuridan” yang selajutnya lebih dikenal dengan “Sekolah Gunung”. Di sekolah inilah para pelajar pribumi mengecap berbagai bacaan dan dididik berbagai disiplin ilmu, antaranya pertanian, pertukangan, dan pengetahuan pendalaman alkitab untuk menjadi penolong Injil guna membantu tugas pelayanannya.

Berkat semangat dan kerja Steller maka telah terjadi transformasi yang luar biasa, sehingga jemaat-jemaat yang diasuh sudah boleh membaca, menyanyi bahkan ada yang trampil menjadi tukang dengan mengusai teknik pertukangan dunia Barat, menjadi ahli-ahli pertanian dan menjadi guru-guru penolong injil dan ilmu pengetahuan lainnya.

“Melalui penginjil tukang maka menjadi sebuah wacana umum yang telah terheriditas dalam konsep masyarakat pada umum bahwa orang-orang Sangir terkenal sebagai tukang yang trampil dan professional, baik membangun rumah maupun membangun kapal,” tulis Makasar.

Sementara Glen Latuni, seorang dosen seni di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Manado (UNIMA) dalam artikelnya yang berjudul: “Tuang Guru Ernes Steller Tokoh Pendidik Sangihe yang Kian Terlupakan”, menyebutkan, Di Sekeloh Gunung selain aktivitas membaca dan menulis, anak didik dilatih dengan pekerjaan berkebun, berternak, dan menjual hasil kebun. Anak lelaki dibekali dengan keterampilan pertukangan. Para wanita dilatih dengan ketrampilan masak dan menjahit.

Tidak heran, tulis Latuni, sejak pendidikan sekolah Gunung, tukang kayu dari Sangihe sangat terkenal keterampilan dan kehalusan hasil pekerjaan mereka. Perabot bahkan perahu nelayan dibuat rapi karena filosofi bahwa lakukan suatu pekerjaan seakan lakukan untuk Tuhan.

“Kurikulum Gunung selain pelajaran sikap dan pengetahuan yakni perubahan pola hidup berdasarkan takut akan Tuhan, mereka juga diajarkan apresiasi untuk pujian pada Tuhan lewat nyanyian. Konsep Cronos Protos peninggalan Yunani yang dihidupkan di Perancis lewat Minnesanger dan nyanyian Traubadors yang terus dikembangkan Sach di kota Numberg lewat para Meistersinger terus terlihat pada karya-karya nyanyian Sangihe saat itu,” tulis dia.

Pernahkah anda mendengar mendengar lagu Sangihe Karaung Pinemembangeng?
“Karaung pinemembangeng,
aha Taikasilo
Haghing susah Kahombangeng
Dudalairo
Su sangi, Mang su sangi
Sangi Suendumang
Marengu Sarung Pesombang
Mawu rendingang”
(sungguh jauh di perasingan, tak mungkin terlihat, banyak susah yang dialami menimpa diriku. Menangis dan bersedih, tangis di dalam hati, lama lagi akan berjumpa, Tuhan sertailah — terjemahan Pdt. C. Tanaumang. Rimen 5.)

Menurut Latuni, itu lagu ciptaan Steller yang karakteristik musiknya bentuk dan struktur model karya Meisterainger dengan ide ciptaan sang misionaris itu. Lagu tersebut adalah bagian dari refleksi hidup Steller yang berada jauh dari rumah yang dirasakan sangat menyiksa dirinya. Namun kegairahannya memajukan orang-orang Sangihe lewat dunia pendidikan telah mendorong dia tak mau menerima tawaran cuti untuk kembali ke negerinya.

“Pikirannya hanya satu, cinta akan pendidikan dan cinta akan masyarakat Sangi.” Beberapa kali ia mengalami kesusahan yang sangat mendalam, keterlantaran, kekeringan, perjuangan hidup dalam keluarga, sakit penyakit, bahkan ancaman Gunung Api, perompak Mindanao, dan ganasnya laut Sulawesi yang pernah hampir merengut nyawanya. Hal itu terbaca dalam surat yang ditulisnya pada 12 Mei 1862 saat situasi seakan meninggalkan mereka, juga tersirat dalam nyanyian Sangihe Dalawulude Kimondo dan Karaung Pinemembangeng.

Pengaruh Steller di dunia musik Sangihe terlihat pada proses akulturasi dalam pola sastra liris khas terserap dalam musikalitas masyarakat Sangihe. Hymmologi Kaum Maestersinger Jerman yang dengan pola Strofik (Pola Syair A – B) berbaur dengan pola sastra pada nyanyian Sasambo.

Sastra-sastra ratapan dan cerita sejarah pada Kakaļanto, Kakaumbene, dan Sasahola khas tradisi terkait dengan pola terbait. Pola silabis (satu nada untuk satu kata) mulai mewarnai menghiasi dan mengantikan gaya melismatis (gaya menyanyi dengan 1 kata menggunakan beberapa nada) nyanyian tradisi Sangihe yang sering dinyanyikan dengan musik Tagonggong. Sastra liris di mana kalimat musik dan syair berjalan bergandengan tangan makin kental kelihatan. Semua diajarkan Sang Guru Ernes Steller di Sekolah Gunung.

Muncul juga nyanyian berasaskan cinta phileo, cinta Eros dan Storge mewarnai nyanyian rakyat di sana. Selain itu, kepahlawanan terus diapresiasi dalam nyanyian-nyanyian masyarakat, Makantari hingga berbalas sastra (mebawalase Sambo). Karakter ini terus berkembang hingga banyak mengistilahkan dengan Masamper.

Menurut Latuni, para alumni dan terpelajar Sekolah Gunung mulai mengembangkan diri mewariskan nilai-nilai ini ke beberapa tempat lain di pulau Jawa, Toraja, Papua, Halmahera dan tempat-tempat lain sekitar Sulawesi utara. Bahkan para alumni sekolah ini menjadi meistersinger pencipta nyanyian Masamper bahkan ada yang sudah ribuan karya.

Sekolah Gunung juga melahirkan pujangga-pujangga hebat, baik yang terpublikasi maupun yang tidak terpublikasi. J. E. Tatengkeng, sastrawan Pujangga Baru adalah anak seorang alumni Sekolah Gunung E.T. Steler. (*)

Barta1.Com
Tags: alexander pasikualiErnes StellerSekolah gunung manganitu
ADVERTISEMENT
Redaksi Barta1

Redaksi Barta1

Next Post
Babinsa Tabukan Selatan Sosialisasi Penerapan Prokes Covid-19 di Pasar Manalu

Babinsa Tabukan Selatan Sosialisasi Penerapan Prokes Covid-19 di Pasar Manalu

Discussion about this post

Berita Terkini

  • Jelang Ulang Tahun Polri, Polsek Gemeh Gelar Kegiatan 25 Juni 2022
  • Komunitas Anak Muda di Kepulauan Sangihe Bisa Ambil Peluang TV Digital 25 Juni 2022
  • Data Penerima STB di Sangihe, Disesuaikan dengan Data Keluarga Tidak Mampu Dinas Sosial 25 Juni 2022
  • Fabian Kaloh Sebut Aspirasi Masyarakat dari Reses Tidak Diakomodir 24 Juni 2022
  • Biografi Adrey Laikun ST Sang Legislator Nasdem (3): Berguru di Mata Yang Sederhana 24 Juni 2022

Berita Populer

  • ilustrasi naskah pidato

    Contoh Teks Pidato Untuk Siswa SMP-SMA Bertema Covid-19

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mencari Teks Pidato Untuk Tugas Siswa SD Bertema Melawan Corona? Ini Dia…

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membuat Karangan Bertema COVID-19, Contoh Tugas Siswa SMP dan SMA

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Putra Mantan Bupati Sangihe Ditangkap Polisi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mencari Naskah Drama Natal Pendek? Ini Dia…

    407 shares
    Share 407 Tweet 0

Temukan Kami di FB

© 2018-2020 Barta1.com - Hosting by ManadoWebHosting.

No Result
View All Result
  • Contact
  • Home 1
    • Indeks Berita
  • Home 2
  • Home 3
  • Home 4
  • Home 5
  • Kebijakan Privasi
  • Laman Contoh
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Webtorial

© 2018-2020 Barta1.com - Hosting by ManadoWebHosting.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In