Catatan:
Satria Yanuar Akbar*
Dunia sastra adalah dunia yang membutuhkan kejujuran dalam setiap rangkaian kata. Maka di setiap karya sastra lah kita dapat menemukan gambaran dunia dan pikiran- pikiran pada setiap masa. Para penyair sebagai pencipta karya adalah saksi di setiap zaman. Melalui karyanya kita dapat memahami dunia di sekeliling kita. Memaknai karya sastra ibarat kita memaknai kehidupan. Oleh karenanya Milan Kundera dalam bukunya “The Art of Novel” mengatakan bahwa penyair dan karyanya merupakan pembentuk moralitas dunia.
Puisi dan karya sastra di Sulawesi Utara memang tidak setenar musik ataupun drama, namun tidak berarti ia tiada. Penyair-penyair Sulawesi Utara tetap berkarya dalam senyap. Tanpa keriuhan mereka bergerilya menuliskan bait-bait kata sebagai saksi zamannya. Dan tumpukan buku puisi yang tersusun rapi di perpustakaan Wale Teater-Manado menjadi bukti bahwa denyut para penyair di tanah ini terus berdetak.
Terdapat sepuluh judul buku puisi dari para penyair Sulawesi Utara dengan rentang penerbitan pada tahun 2004 hingga 2020. Kumpulan (bukan) puisi akademis “Opus” Obrolan Orang Kampus karya Reiner Emyot Ointoe (Yayasan Serat Manado; 2004), “O MINAESA” dan “Aku memanggil Mu cinta ” karya Ari Tulus (keduanya terbitan SAT; 2007), kumpulan puisi “Coelacanth Tak Pernah Mati” karya Pitres Sombowadile (Komunitas Sastra Manado; 2007), “Seperti Daun” karya Djemi Tomuka (WalekofiEsa; 2013), “MORAYA, sepilihan puisi berlatar Minahasa” karya Iverdixon Tinungki (Taman Budaya Sulawesi Utara; 2014), antologi puisi “Gadis dan Secercah Harapan” karya Frala Yakobus (Artsas Manado; 2020), kumpulan puisi “Ada Rahasia” (WalekofiEsa; 2013), antologi puisi “Seperti Kemarin”(Girsa Print; 2018) karya Allan Zefa Umboh dan kumpulan puisi “Jalan Hati” karya Jane Anastasia Angela Lumi (Teras Budaya; 2020).
Dari sepuluh buku puisi yang ada, tergambar keragaman karakter penyair dan gagasan yang dikemukakan di setiap masa. Frala Yakobus adalah penyair termuda. Gadis kelahiran 11 Juni 2004 ini ‘diasuh’ oleh komunitas Seni Mandiri-Minahasa. Kehadiran sosok Frala yang berani ‘meluncurkan’ karyanya bak menandai meningkatnya geliat kemunculan bibit-bibit penyair perempuan Sulawesi Utara akhir-akhir ini. Keragaman bentuk puisi yang disaji dari sepuluh buku tersebut menggambarkan kedinamisan dan berbagai bentuk eksplorasi yang terus dicari oleh para penyair.
Tak hanya bentuk puisi liris, puisi esai pun tersaji indah seperti pada nomor “Makaampo vs Hidup” karya Pitres Sombowadile. Catatan menarik harus disematkan pada “Opus” karya Reiner Emyot Ointoe, melalui karyanya, Reiner mencoba mendobrak gaya puisi liris dan memaknai kata dengan jernih tanpa sayap, namun menjadi bentuk yang menyegarkan. Mengutip Tomy Awuy dalam pengantarnya, “Opus mungkin saja merupakan total sarkas atas dunia yang dekat dengan penulis”, meskipun demikian bentuk sarkasme dijait dengan elegan nan indah, seperti dalam puisi berjudul
“elastisitas”
Batu
Besi
Beton
Semen leven
Kerikil – kerikil
Mengaduk – aduk
Aduh !
Hal yang menarik dari sepuluh koleksi tersebut adalah hadirnya pertalian batin budaya yang kentara pada setiap karya para penyair. Meskipun latar belakang yang disaji terasa sangat jauh dan asing seperti Jane Lumi yang mendaraskan latar Eropa, Pitres Sombowadile yang melanglang hingga ke Amerika namun rasa yang hadir teraba adalah rasa Sulawesi Utara. Idiom-idiom yang dipergunakan dapat memperkaya imajinasi para pembaca akan kekayaan kultur Sulawesi Utara.
Sepuluh koleksi tersebut merefleksikan keragaman kepemilikan puisi. Tergambar bahwa puisi bukan hanya milik yang tua tapi juga yang muda, bukan hanya milik pria, namun juga perempuan. Bukan hanya milik orang normal tapi juga untuk insan dengan keterbatasan (difabel). Allan Zefo Umboh adalah penyair dengan keterbatasan. Mengidap cerebral palsy, tidak menghalangi Allan untuk menjadi penyair yang produktif dan menawarkan karya yang unik serta berani. Puisi berjudul “Pastiu” disaji dengan bahasa Melayu Manado yang dengan berani mengekspresikan kemarahan yang otentik
“Ba tahang rindu,
Simpang cinta deng bangka dada
Bila ada rindu deng cinta
Mar bekeng tasiksa
Pastiu ley deng ngoni samua
Binatang BABI, ANJING
*
Tentu di tahun 2000-an tidak hanya sepuluh koleksi saja yang terbit, masih banyak karya lain yang bertebaran. Beberapa di antaranya meraih momentum yang sangat luar biasa.
Kumpulan puisi “Gema Hati Mongondow” ( Cahaya Budaya Indonesia ; 2018) antologi penyair : Deisy Mawengkang, Hamri Manoppo, M Rifasan Makangiras, Pitres Sombowadile, Sawiyah Al Idrus menampilkan kebaruan warna. Kumpulan puisi esai ini mewartakan gagasan kontemporer Sulawesi Utara dengan latar belakang etnis Bolaang Mongondow.
Beberapa karya sastrawan Kamanjaya Alkatuuk dan Iverdixon Tinungki turut meramaikan jagad puisi nasional. Tiga puisi dalam kumpulan puisi “Ziarah Langit ” (terbit pertama tahun 1997) yakni “Malam bintang : doa pencegah bunuh diri”, “Biologi pohon ketela” dan “Kupu-kupu terbang Sampai” terkurasi menjadi puisi yang mewakili Sulawesi Utara dalam perhelatan Hari Puisi Nasional 2020 oleh Yayasan Hari Puisi. Tak kalah mentereng, dua buku puisi karya Iverdixon Tinungki “Klikitong” (2013) dan “Makatara” Mendapatkan penghargaan Anugerah Puisi dalam sayembara buku puisi Indonesia. Karya lainnya “Orang gila dari Edgar” (2019) dinyatakan sebagai buku terpuji hari puisi Indonesia.
Puisi sebagai gagasan seni adalah galibnya sebuah wastu roh & jiwa disertai keterampilan yang cendekia merangkai kata-kata dengan bebas, namun juga dengan dorongan estetik yang satwika, yang sungguh pun di atas harkatnya ditaruh pesan isyarat objektif meliputi bangunan artistik berbareng kaidah estetik (Remy sylado ; 2007). Para penyair sebagai pencipta sejatinya akan selalu berkarya melalui timbangan sikap batin, mengejawantahkan pikiran dan perasaan. Jalan gerilya adalah jalan senyap yang dilakukan dengan ketulusan untuk menjaga nafas budaya. Sebuah harapan karya para penyair Sulawesi Utara tak lagi sunyi dan menyendiri. Sebuah festival akan hadir untuk merayakan karya karya sastra pada Oktober nanti.
Sangihe Writers & Readers Festival merupakan sebuah ruang untuk meramaikan sastra dan literasi. Sebuah perhelatan yang diharapkan dapat mengaungkan suara sastra Sulawesi Utara agar dapat lebih menggema ke seluruh pelosok dunia. (**)
*Penulis adalah praktisi seni dan penggiat literasi
Discussion about this post