Di Kotamobagu, Bolaang Mangondow (Bolmong), Hamri Manoppo, lebih dikenal sebagai birokrat yang berkali-kali menempati posisi jabatan penting. Namun di jagat sastra Indonesia, ia lebih dikenal sebagai salah seorang sastrawan terkemuka dari Sulawesi Utara (Sulut).
Sastrawan kelahiran Kotamobagu ini juga mengajar pada beberapa Perguruan Tinggi di Kotamobagu. Alumnus Magister Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP (Unima) Manado ini, ketika pensiun dari PNS kembali bergabung ke “habitat”nya dengan para sastrawan Indonesia dan aktif menulis sambil membina penulis-penulis muda di Kotamobagu.
Menulis adalah bakat yang menurun dari ayahnya seorang guru Bahasa Indonesia dan kesenian. Karya-karyanya Hamri Manoppo yang telah terbit dalam bentuk Antologi Puisi antara lain; “Bukit Kleak Senja” (1980), “Percakapan Dengan Ombak” (1998), “Elegi kampus Bata Merah” (2003), “ Seratus Puisi Ke Tanah Suci” (2003), “Indahnya Ladang Sastra” (2020), “Unikom Kampus Juara” (2020), “Sombar Kami Roboh” (2020), “Gelombang Cinta Di Laut Pacipik” (2020).
Selain itu ia bergabung dengan penyair Indonesia dan Asean dalam Antologi bersama antara lain, “Senyuman Lembah Ijen” (2017), “Kitab Puisi Indonesia I & 2” (2017), “Bulan-Bulan Dalam Sajak” (2018), “ Jiwa Berjiwa” (2018), “Puisi Merdeka” (2018), “Antologi Puisi Kampar Kiri” (2018), “Rainbow Poetri Banjarbaru 2018”, ”Mengenang Arie Tamba” (2019), “Jiwa Berjiwa” ( bersama penyair ASEAN 2019), “Antologi Puisi Jazirah 2 dan 5” (2019 dan 2020), “Lembah Kata-Kata” (2019), “Antologi Mengenang Youvita” (2020), “Pandemi Puisi” (2020). “Antologi Mengenang Bung Hatta” (2021).
Dalam berteater ia bergabung dengan Kamajaya Al Katuuk, Johny Rondonuwu dan Herman Lahamendu mendirikan teater SGM di Kampus IKIP Manado, 1979. Membina Teater Muda Manado (1979-1982). Ketika menyelesaikan kuliah menulis penelitian tentang teater di Manado dengan sampel teater Minim Gereja Bethesda Manado tahun 1980.
Naskah teater/drama, antara lain, “Lengkebong”, (1985), “Permintaan Terakhir”, (1986) , “Mokodoludut”, (1998), “Bumi dan Manusia”, (Pemenang Festival Teater Remaja Sulut, 1999) , “Monondeada”, (Pentas Taman Mini Indonesia, 2003), “Mokosambe”, (Pentas Nusa Dua Bali, 2004).
Selain menulis puisi dan naskah teater, juga menulis buku ilmiah, “Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi”, (2020), Buku Mulok bahasa Mongondow Untuk SD bersama kurikulum 2017”, serta anggota tim penyusun “ Kamus Bahasa Mongondow” (2017-2019) dan menterjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Mongondow.
Tahun 2020 diusulkan menerima Anugrah Kebudayaan Indonesia bidang sastra dan teater bersama Iverdeixon Tinungki dan Axel L Galatang mewakili Sulawesi Utara. Kini di usia 63 tahun sedang merampungkan Antologi Tunggal 2021, “Pesona Ilmu Pesona Cinta”, serta aktif menulis dan melatih teater di Kotamobagu.
Penulis: Iverdixon Tinungki
Discussion about this post