Aksi-aksi pemuda dan mahasiswa dalam perjuangan otonomi Talaud sejatinya telah berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Bahkan telah ikut bersama sejak awal pergerakan. Detakannya yang lebih keras kian memuncak di tahun-tahun menjelang pemekaran kabupaten daerah perbatasan itu.
Antara tahun 1997 hingga 2002, di Manado muncul sejumlah organisasi pemuda dan mahasiswa Talaud yang aktif menyuarakan perjuangan otonomi daerahnya. Antaranya, KGMPUT (Kerukunan Generasi Muda Payung Utara) yang dipimpin Jakson Parapaga, Heber Pasiak. HIKMAT (Himpunan Kekeluargaan Mahasiswa IKIP Talaud dipimpin Andris Parengka, Nofti Halean. FKPMP yang kemudian membentuk satu Gerakan Pemuda Mahasiswa Peduli Talaud (GPMPT) dipimpin Herkanus Tumbal.
Selain itu, Jacob Mangole, Nelwan Maloring, Hopny Ratungalo, Charles Edah, Jim R. Tindi adalah nama-nama yang juga dikenal dalam deretan para pimpinan organisasi pemuda dan mahasiswa Talaud yang aktif dalam sejumlah aksi dan demonstrasi. Perjuangan mereka tak saja menyasar percepatan otonomi Talaud, namun juga terlibat dalam sejumlah aksi penyelamatan lingkungan.
Didorong keprihatinan atas pembabatan hutan di wilayah Karakelang Utara yang meliputi 5 desa di Kecamatan Essang, Herkanus Tumbal dan Heber Pasiak pada 1997 menggerakan massa untuk mendesak pemerintah segera menghentikan pembabatan hutan di Talaud.
Pada 4 Maret 1999 pemuda dan mahasiswa Talaud melakukan apel akbar dan demontrasi di halaman Kantor Gubernur Provinsi Sulut. Ketika itu mereka menuntut pemerintah untuk menyelesaikan masalah pembabatan hutan di pulau Karakelang. Mendesak dibangunnya jalan lingkar di 4 pulau besar di Talaud, serta percepatan realisasi kabupaten Talaud. Gubernur EE Mangindaan langsung merespon aksi tersebut dengan membentuk tim yang diberangkatkan ke Talaud untuk pengambilan data dalam penyusunan proposal Kabupaten Talaud.
Masih pada Maret 1999, delegasi GPMPT mendatangi Bupati Kabupaten Sangihe Talaud FK Manahampi untuk mendesak percepatan pembentukan kabupaten Talaud. Lalu, pada April hingga Mei 1999, GPMPT menjelajahi berbagai wilayah Talaud dalam aksi sosialisasi dan kampanye perjuangan Talaud antaranya di wilayah Mangaran, Lirung, Melonguane, Beo, Rainis, Essang dan Nanusa.
Pada 10 November 1999, mahasiswa Talaud yang bernaung dalam wadah Payung Utara menggelar aksi di kantor DPRD Sulut dipimpin Jefri Bungkuran. Lalu pada Januari 2000, Herkanus Tumbal dan ratusan aktivis GPMPT kembali menggelar aksi di DPRD Sulut dan Bandara Sam Ratulangi. Aksi di Bandara itu digelar seiring kedatangan Wakil Presiden RI Megawati Soekarno Putri yang berkunjung ke Sulawesi Utara. Dalam aksi terbilang berani ini, para pendemo membawa sejumlah spanduk dan poster bertuliskan: “Talaud Indonesiakah?”, “Pilih Otonomi atau Referendum”.
Lewat aksi-aksi yang berani sejak tahun 1948 hingga 2000, perjuangan otonomi Talaud kian mendekati garis finish. Pada Juni 2000 di Manado, terbentuk Tim Kerja Realisasi Kabupaten Talaud yang diketuai Ir Max Maanema, SU dan Max Siso sebagai sekretaris. Tim Kerja dalam kepemimpinan duet Max ini mendesak pembentukan Kabupaten Talaud lewat hak inisiatif dewan. Selanjutnya Tim Kerja ini dijalankan oleh Wakil Ketua Ir Alex Binilang, MT dan Wakil Sekretaris Ir Heber Pasiak.
Pada 30 Juni 2001, lewat kesepakatan forum aspirasi berbagai elemen Talaud bersama Pemerintah Kabupaten Sangihe Talaud dan DPRD II di Tahuna yang dipimpin Bupati FK Manahampi ditetapkan Melonguane sebagai bakal Ibukota Kabupaten Talaud.
Setelah melawati sejumlah pertimbangan, pada 11 Maret 2002 berdasarkan keputusan DPR RI dalam sidangnya, pemerintah Republik Indonesia menyatakan menyetujui pembentukan Kabupaten Talaud dan peresmiannya dilakukan pada 2 Juli 2002. (*)
Editor: Iverdixon Tinungki
Sumber:
- Drs. Yos Marthinu, “Perjuangan Talaud Selayang Pandang”, 2002.
- Penitia Pengucapan Syukur Terbentuknya Kabupaten Talaud, 2002
Discussion about this post