Manado, Barta1.com — Perwakilan 6 Dotu Tanjung Merah Bitung, Efraim Lengkong dilaporkan ke polisi oleh Fien Sompotan, karena diduga memberi keterangan palsu. Efraim membantah hal tersebut, bahkan menyebut itu hanya akal-akalan Fien saja.
“Laporan ini saya maknai akibat sakit hati, ini hanya akal-akalan saja dari Fien Sompotan untuk membuat saya tidak fokus dalam mendesak pihak Reskrimum Polda Sulut agar segera melengkapi berkas tersangka Fien dan di kirim ke JPU (jaksa penuntut umum),” tutur Efraim, usai diperiksa penyidik Polresta Manado Selasa (08/06/2021).
Sebelum laporan ini, Fien dan Efraim sudah berseteru di hadapan hukum hal ini membuat Fien Sompotan Tersangka dan pernah di tahan dirutan Polda selama 56 hari. Situasinya dilatari “Padang Pasir Pateten”, lahan peruntukan jalan tol Manado-Bitung yang dana ganti ruginya mencapai puluhan miliar rupiah. Negara telah menitipkan dana pengganti lahan itu di pengadilan, menunggu kepastian hukum atas siapa yang berhak mendapatkannya.
Namun terakhir pada 26 April 2021, Efraim yang mewakili 6 Dotu Tanjung Merah memenangkan gugatan praperadilan yang dilayangkan Fien. Hakim Djamaludin Ismail menolak gugatan tersebut, sekaligus memerintahkan penyidik segera melimpahkan dokumen kasus dugaan menempatkan keterangan palsu ke dalam dokumen otentik, ke JPU.
Gugatan pra peradilan itu dimulai pada 22 Maret 2021, di mana Fien Sompotan lewat kuasa Hukum Raymond Legoh SH dan Mario Legoh, SH menggugat Kepolisian RI Cq Polda Sulut, Cq Direskrimum Polda Sulut selaku Penyidik. Dalam perkara tersebut, Efraim dihadirkan oleh Termohon Polda Sulut untuk dijadikan saksi. Dalam persidangan Raymond Legoh menunjukan satu bukti surat (P75) dan surat tersebut dibantah oleh Efraim Lengkong sebagai saksi karena dalam surat tidak ada tanda tangannya, yang ada hanya “gambar emoji meme”
Nah, belakangan terbitlah laporan polisi bernomor LP/772/1V/2021/SPKT/Resta Mdo, tertanggal 27 Mei 2021, tentang dugaan pemberian keterangan palsu. Kali ini laporan terhadap Efraim dilayangkan Fien lewat kuasa Hukum Mario Legoh SH.
“Jadi jelas bahwa yang menggunakan surat tersebut adalah mereka Tsk bukan saya, di mana letak saya menggunakan keterangan palsu,” tandas lelaki yang akrab disapa Evergreen itu dengan nada tanya.
Dia beropini, laporan itu sebetulnya tidak bisa terima karena yang disebut memberikan keterangan palsu adalah suatu surat keterangan dibuat di bawah sumpah dan dipergunakan .
“Sekarang saya mau jelaskan yang menghadirkan atau menggunakan surat tersebut dalam sidang adalah tersangka, jadi mereka sendiri yang menggunakannya, bukan saya,” kata dia.
Menurutnya, ada azas hukum yang disebut Res Judicata Pro Veritate Habetur yang artinya putusan hakim harus dianggap benar, di mana putusan tersebut dijatuhkan dengan irah-irah “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Prinsip itu menurutnya, menempatkan sang hakim sangat penting dalam proses penegakan hukum di negeri ini.
“Dari sini dapat kita tarik kesimpulan bahwa Res Judicata Pro Veritate Habetur memiliki keterkaitan dengan perbuatan hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara, yang mana putusan yang dijatuhkannya itu harus dianggap benar, apapun isi putusan tersebut. Sampai ada putusan pengadilan lain yang menganulirnya,” jelas Efraim.
“Bagi saya laporan polisi yang mereka lakukan dapat dimaknai sebagai “contempt of court” merendahkan kewibawaan, martabat peradilan,” tambah dia lagi. (**)
Peliput: Ady Putong
Discussion about this post