—— Catatan Perjalanan ke Tondano
Karya: Iverdixon Tinungki
Batangbantang roystonea dan cemara
Dengan gagah berbaris di pinggir jalan
Hari itu sepasang pengantin baru saja lewat
Mereka menyeret matahari ke dalam rahim
Seperti biografi
jalinan silsilah tak boleh berhenti
Karena manusia makhluk pewaris mimpi demi mimpi
Tak boleh ada keraguan akan nasib
Sebab hidup adalah menempa
Menempa semua kemungkinan tegar berdiri
Begitulah saat aku sampai
Pada batangbantang roystonea dan cemara
Semacam pohon sejarah selagi hujan masih saja manja
mencakapi danau dengan bahasa riciknya
Karena tak ada yang siasia
bagi siapa saja yang menempu liturgy semesta
menjelajahi ruang kasat dan tak kasat mata
namun selalu kembali dengan gagah
demikian hujan itu membasahi
roystonea, cemara, dan bahkan dahagaku yang tua
Dari sebuah tempat
Di pesisir dilantai mesel
Tiangtiang papan iklan
Dan deru musik para pedansa
Aku melihat kota itu tumbuh sebagaimana raksasa
Menepis pohonan dan kupukupu
Tempat moyang dulu mengajari cucu
Cara hidup bijak dan utuh
Sungguh satir sebuah kota
Setengahnya manusia, setengahnya binatang
Selalu ada pagar antara miskin dan kaya
Antara penguasa dan jelata
Pernahkah engkau melihat alamat di pucuk calendula?
Sebuah alamat tentang malam menjadi lembab
Dan bau ciuman meretih di tengah hujan
Tondano adalah sebuah epos
Tapi aku lebih ingin menulis danau
Manakala ia bercinta dengan kesunyian
Perasaan asing dan bunyi orang berkuda
Terdengar dari bebukit
Juga di suatu tempat di mana Tuhan
Menandai sejarah kota tua di utara negara itu
Sebagai kurnia
Harusnya terbaca hati manusia
Bahwa alam sebuah wajah ditata surga
Tanpa cela
Kendati ia selalu pasrah, terdera
Pengantin itu barangkali telah tidur di dunia baru mereka
Sebuah istana alam dihiasi alamanda
Geranium dan calendula
Barangkali juga dihibur mimpimimpi tentang anak cucu
bakal jadi kasatria
Seperti para waraney dan ukung dalam perang moraya
Hujan pun sesaat mereda
Aku jadi ingat cinta masa muda
Namun seorang wanita tua di sampingku membatuk
Batangbantang roystonea dan cemara terasa berkibar
Ia mungkin meledakkan amarah:
—mengapa hidup harus menjadi tua!
Bunyi sendalnya kemudian kian lama kian menjauh
Mungkin sudah berada di tengah bentangan sawah
Karena di langit ada bintang terus berjalan dan diikutinya
Lalu berekorekor manguni serentak bersuara
Dan angin tibatiba berhembus membawa bau siri pinang
Begitulah dongeng moyang orangorang gunung
Orangorang yang di tanahnya pohon selalu ingin tumbuh
Dan jalan berkelok di antara akar
Kini jalan ziarah menuju calendula, roystonea, cemara
balatentra pohonan dan bebunga
semak perdu dan lagulagu rakyat yang merayap ke udara
Saat lengan kasar kekuasaan merampas
Semua sudut menjadi kota
Oroma akasia dan serbuknya yang melayang
Memisahkan setiap orang dengan moyangmoyang malang
Yang dulu dengan gemilang memekik: I Yayat U Santi
Ke atas sejarah harusnya dikenang
Anakanak muda baru pulang dari pesta
Ramai membicarakan cuaca sulit diterka
Karena gerimis kembali merinai mengisi selokan
Juga talenta yang mati di ujungujung dahan
Lalu masingmasing pasangan membincang rencana pernikahan
Menerobos hujan kembali datang hingga hilang di kegelapan
Wahai peradaban!
Bertahun tahun aku berjalan di sini
Di antara air yang berkilau
Di antara bangau yang bersendagurau
Di antara lagulagu rakyat yang merayap ke udara
Di antara burungburung hitam pengabar kematian
Di antara kakikaki berlari
Dan tangan mengayunkan kapak
Menebang segala kemungkinan hidup menemukan jalannya
Dan dalam hujan yang gemilang itu
Roystonea, cemara, balatentra pohonan dan bebunga
Dengan indah dan murah hati
masih saja bernyanyi
Entah apa ia janjikan ini hari atau esok pagi
bentang sawah kian lama, kian terampas oleh rumah
Oleh pertokoan, kantoran dan juga undakan kotoran
Papan iklan dan posterposter politik
Dipenuhi janji dan gambar
begitu hambar
pada tatapan petani menyusuri sisi jalan muram
Sesak dilintasi mobilmobil saudagar
Kaum kaya yang pantang menyapa
Selamat pagi atau petang
Mengekalkan seakan ada jarak antar manusia
Ditandai oleh dandan
Kepemilikan benda
Simbolsimbol durhaka
Dari pangkat, derajat dan kepongahan
Ya Tuhan…
Terpujilah Dikau yang di langit
Yang dinyanyikan sukmaku
Yang dirayakan hatiku
Sungguh elok kemuliaan yang berkuda
Di antara bebukit dan di suatu tempat di mana Tuhan
Menandai sejarah kota tua di utara negara ini
Sebagai rahmat pada ratusan tahun
kini tibatiba terasa diramaikan gebalau katakata
Janji dan dusta
yang tibatiba dipimpin oleh para petugas partai
nan pandai berandai
namun luput menyulut daya hidup yang kian surut
Apa yang membuat manusia berubah
Uang atau keinginan Tuhan?
Namun akhirnya semua orang akan seorang diri
Menyongsong kefanaan
Sementara di bawah rimbun roystonea
Aneka kumbang menarinari
meramaikan semak dan alamanda
Berbaris mengeloki sisi jalan
Semacam puisi dari Tuhan ingin mengatakan
Setiap halaman hidup ini tak lain keindahan
Di kelokan lain ada gerisik bambu dan geretas daun kering
Sawah dan ruas jalan dusun
Bagai pemandu
Datang dari hidup untuk menghibur
Dan aku jatuh cinta kembali
Aku jatuh cinta padamu kekasihku
Aku jatuh cinta pada udara musim hujan
Pada kelopakkelopak bunga merekah
Pada bau perdu
dan suara ricik kadang bertalu dan menggema
Menyelipkan sepotong surga
Pada jalinan usia kian terasa:
–Aku tak muda lagi
Aku tak selincah burung dara
Aku tak setangguh rajawali
Namun aku selalu tak mau kalah
Setidaknya oleh kumbang
Kendati tak mungkin disangkal:
–kehidupan adalah kesekejapan itu sendiri
Aku ingin terus bermimpi
berdiri bersebelahan dengannya
Dengan hal janggal yang ingin kulakukan
menggenggam tangannya
Dan Tuhan mengawasiku
Saat usia membawaku ke tempattempat sulit diterka
Barangkali sebuah alamat yang bisa jadi direncanakan Tuhan
Untuk aku kembali mengayunkan langka atau tibatiba berhenti
Pernahkah engkau melihat alamat di pucuk calendula?
Itu sebuah alamat diamanatkan Tuhan
untuk kau berkunjung di harihari suram
Karena saat Longinus menusukkan lancea
Bukankah pada luka terakhir itu Kristus tersenyum
Sebab hanya pada airmata
segala kebaikan menemukan jalannya
Namun sejak itu
Para kaisar menajamkan pedangnya
dengan baitbait vulgata
Seakan karma penguasa adalah mencandai
hidup mati kita
Dalam patologi kekuasaan
Antara Titan dan Dodekatheon
Yang disemai
hanya pikiran semenamena mereka
Karena orang terlahir dalam kemapanan
akan sulit memahami makna berkekurangan
Orang berlimpah kemewahan tak akan tahu
betapa perih belitan kemiskinan
Begitulah penguasa
selalu luput memikirkan
apa yang dilalui rakyatnya
dan di sini
Tak ada lebih kudus dari tangisan yang menemukan katakata
Sebagai hadiah terindah
Kesepian dan keheningan
Discussion about this post