Cerita memilukan yang tersisa dari banjir rob 17 Januari 2021 yang melanda pesisir Kota Manado, terutama kawasan bisnis Megamas dan Manado Town Square (Mantos) adalah sampah.
Secara impresif, bencana tersebut seakan cara alam memperingatkan khilaf manusia mengotori laut dengan sampah. Hempasan ombak menerjang kedua kawasan itu, seperti cibiran laut kepada warga kota yang telah mencemari dirinya. Berikut refleksi puitis yang ditulis penyair Manado, Iverdixon Tinungki:
NARASI DARI LAUT
ketika sampah datang menusuk
ombakku melontarkan bau membusuk
dalam selebrasi kematian ganggang,
plankton, ikanikan
dan nyanyian nelayan sumbang
di laut kosong,
arus lumpuh menghidu
racun kau tumpahkan ke tubuh
apakah kau rasakan tangisanku
ketika antara tanjung dan amarahku
antara pasir dan jasadjasad karangku
berhamburan bagai pilu mengisi pantai
mengisi sejarah ini hari
apakah kau rasakan tangisanku
ketika segala kau rindu pada laut
menjadi buntu, ketika asin tak lagi mampu
menggarami perasaan kalbu
apakah kau rasakan bahwa biru dari
kedalaman hanyalah warna mati
karena cemar kau bagi
suaraku mengguruh bersama angin
dan kau merasa jijik oleh badai
saat ia merayakan segala sedihku
segala sendiku yang kau bantai
dan kau berkata; betapa garang bencana
datang dari pantai
hatimu berlari seakan tubuhku adalah jari maut
iri pada hidup
otakmu berlari dan membangun tembok
seakanakan aku bukan lagi sahabatmu yang elok
aku menangis
apakah kau rasakan juga tangisanku
saat sampahsampah itu mencekik
dan segala racun membidik nadi
harusnya mendetak
dari generasi ke generasi
sebagai laut tak pernah mati
pabila aku mati
nanti atau kini
apa kau rasakan
dari segala hilang ini
apa kau rasakan ketika tanganmu abai
membersihkan luka pada relungku yang koma
dan matamu menghidar warnaku mengelabu
telingamu mengatup untuk semua gema
dari tangisanku harusnya menjadi jalanmu
menuju doa
pabila aku mati
nanti atau kini
apa kau ingin menulis
bahwa terbaring di bawah nisan ini
adalah aku dan cintaku yang tak ingin sendiri
hingga kapal dan perahu
juga punya kubur yang biru
MELUKIS ULANG LAUT KITA
bila Aivazovsky melukis ulang laut kita
ia tak mampu membuat enam ribu lukisan indah
tentang laut yang koma
diterjang 8 juta ton limbah plastik setiap tahunnya
bila Aivazovsky melukis ulang laut kita
seperti yang telah ia wariskan ke peradaban dunia
itu tak lebih gambar laut berairmata
dengan mulut dipenuhi sampah
sejak kanvas pertama ia akan melukis amarah
lalu mencabikcabiknya dengan sapuan paling duka
paling luka
PERJALANAN KEMATIAN SEBUAH KANTONG PLASTIK
sebuah kantong plastik kita buang di pinggir jalan
suatu ketika akan sampai di laut
mengambang, menipu ikanikan
seakan uburubur, seakan plankton,
seakan ikanikan kecil mengkilap
sebuah kantong plastik kita buang di pinggir jalan
suatu ketika akan dilahap ikanikan
dan kita melahap ikanikan yang melahap kantong plastik
yang kita buang di pinggir jalan
sejak itu perjalanan kematian sebuah kantong plastik
merambah tubuh kita,
mematikan selsel, merusak pencernaan
lewat kotoran kita, lewat mayatmayat kita
yang dikonsumsi mahkluk lainnya
perjalanan kematian itu terus berulang
mengedari rantai makanan
dalam lima ratus tahun menuju titik urainya
Discussion about this post