Setidaknya ada 51 tokoh lintas latar belakang sepakat menandatangani piagam Perdjuangan Rakjat Semesta pada 1957 di Makassar. Pada nomor urut 34 turut tertera nama Mayor Eddy Gagola, seorang tentara berpengalaman dari Kepulauan Talaud yang pernah berperang dalam palagan 1 Maret di Jogjakarta yang monumental itu.
Di masa perjuangan, Eddy mulai angkat senjata bersama Laskar Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) yang dilebur ke dalam Tentara Rakyat Indonesia, cikal bakal TNI. Dia selalu berdampingan dengan Ventje Sumual, atasannya, yang saat Permesta meletus tengah menjabat sebagai Panglima Teritorium Wirabuana. Tak heran Eddy juga sepakat untuk ikut berperang dengan pasukan Permesta.
Dalam memoarnya, Ventje lah yang mengusulkan pada Letkol Soeharto agar serangan umum 1 Maret dilakukan pada siang hari, bukan malam seperti biasanya. Soeharto mengiyakan usul itu. Ketika pertempuran meletus, Ventje bersama Eddy Gagola ada di garis depan membebaskan Yogyakarta dari kekuasaan Belanda.
Oleh pemerintah orde lama, Permesta memang diklaim pemberontakan. Namun ketika berganti kepemimpinan Soeharto, para eks PRRI/Permesta bisa hidup layak. Ventje misalnya, jadi enterpreneur yang mengelola beberapa bidang usaha. Sama halnya dengan Edwin, putra Alex Kawilarang yang jadi politisi dan pengusaha. Sedangkan Eddy bisa dibilang sukses mengalirkan bakat bermusiknya pada beberapa puteranya. Yang paling terkenal tentu musisi rock Donny Fatah Gagola.
Sejarah musik Indonesia mencatat Donny Fatah adalah bagian dari God Bless, grup Rock raksasa dari Indonesia yang digawangi nama besar seperti Ahmad Albar dan Ian Antono. Donny ikut terlibat dalam proyek besar Kantata bersama Setiawa Djody dan Gong 2000. Saat menelorkan album Kantata Takwa, para punggawa dari blantika rock Tanah Air bermusik dengan Donny, seperti Iwan Fals, Sawung Jabo, Jockie Surjoprajogo hingga Inisisri.
Tetapi Rudi Gagola, putra Eddy Gagola lainnya, juga memiliki musikalitas yang tak kalah mentereng dari Donny. Mendiang Denny Sakrie, kolumnis musik Indonesia yang legendaris itu, bahkan membuat 2 tulisan khusus pada blog pribadinya, untuk mengenang Rudi Gagola. Dalam obituari, Denny Sakrie menyebut Rudi adalah musisi komplet karena bisa memainkan drum, gitar, bass, piano.
“Dia juga menulis lagu beserta lirik yang memikat serta mengaransemen musik. Musik yang dimainkan adik Donny Fattah ini lebar mulai dari pop, rock, soul, funk, jazz hingga country sekalipun,” ulas
Saat masih belia Donny dan Rudi membentuk band dengan nama Iyamba. Keduanya memang tergila-gila pada musik cadas yang dipengaruhi musisi dari negerinya Paman Sam. Nama Rudi kian menanjak ketika di paruh 70-an menjadi bassis Band Rock Brotherhood, dengan formasi Fadil Usman (gitar), Yoyong (keyboard),Tommy (drums), Harry Anggoman serta Farid Hardja (vokalis). Pada 1977, Rudi bersama Keenan Nasution dari Gank Pegangsaan berkolaborasi menelorkan hits “Cindy”.
Rudi Gagola juga bergelut di belakang layar. Sebagai supervisor dan music director di label Jackson Records & Tapes milik almarhum Jackson Arief dia menggawangi album yang dinyanyikan Iis Soegianto,Vina Panduwinata, Farid Hardja, Priyo Sigit dan masih banyak lagi.
Namun yang membuat namanya mengkilap adalah saat bergabung dengan band rock jazz Drakhma bersama Dodo Zakaria, Dani Mamesah, Wawan Tagalos dan Gideon Tengker —ayah dari Nagita Slavina.
Richard Novry Kodoati (50), pecinta musik rock, masih ingat pada masa-masa awal 80-an Drakhma bisa memberi warna menarik di jagat rock Tanah Air. Salah satu hits grup ini yang sering didengar kala itu adalah “Sekejap”. Lagu tersebut memang lain dari biasanya karena berdurasi selama 7,5 menit, lebih panjang dari “Bohemian Rhapsody’-nya The Queen.
“Gaya bermusik Drakhma memang progresif karena mengusung genre jazz rock yang lain dari biasanya. Tapi lagunya sungguh asyik didengar,” kata Richard.
Bersama Drakhma, Rudi dkk menghasilakn 3 album yaitu “Hari Esok” (1980), ”Citra Bahagia” (1982) dan “Tiada Kusadari” (1984).
Ketika di awal 80-an Donny Fatah cuti dari God Bless, Rudi menggantikan kakak kandungnya itu. Dia sempat merilis debut album solonya yang dikemas dalam musik rock bertajuk “Indonesian Rock ’84” (Jackson Records & Tapes 1984). Tapi kata Denny Sakrie, setelah 1985 nama Rudi Gagola menghilang begitu saja tanpa kabar yang pasti.
“Saat itulah mungkin khalayak mulai melupakan Rudi Gagola dalam arti sesungguhnya,” kata Denny.
Rudi Gagola, musisi Rock penuh talenta itu kemudian tutup usia pada 2014. (*)
Editor: Ady Putong
Discussion about this post