Sejarah Film Indonesia mencatat Wim Umboh di deretan nama termuka era 1950-1990. Dan tak banyak orang menyangka, anak yatim dari Desa Watuliney Minahasa Tenggara ini di kemudian waktu menjadi sineas legendaris Tanah Air.
Sebut saja film peraih Piala Citra “Pengantin Remaja” yang dibintangi Sophan Sophiaan-Widyawati, di erah 1990-an, film-film bertema cinta besutan Wim Umboh merajai bioskop tanah air. Dan Wim adalah salah satu nama besar dalam industri Film Indonesia.
Sepanjang kariernya di jagat film, catat situs Wikipedia, ada sekitar 59 judul film lahir dari tangan sang Maestro. Ia pun menyabet sedikitnya 27 piala/ penghargaan. Sebagian besar penghargaan yang diterimanya itu sebagai sutradara terbaik, khususnya untuk film bertema cinta.
Wim Umboh lahir di Desa Watulinei Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara pada 26 Maret 1933. Meninggal di Jakarta 24 Januari 1996. Ia anak bungsu dari 11 bersaudara. Yatim piatu sejak berusia enam tahun.
Wim muda awalnya berprofesi sebagai tukang sepatu. Namun saat tamat SMA, ia berangkat ke Jakarta dan melamar ke studio Golden Arrow. Kariernya di perusahaan film itu dimulai sebagai tukang sapu. Lalu menjadi penerjemah film dari Bahasa Mandarin ke Bahasa Indonesia, dan akhirnya dipromosikan sebagai editor.
Wim memang anak yang agak istimewa, mengusai beberapa bahasa. Di antaranya Bahasa Tionghoa, Inggris dan Belanda, tulis Wikipedia.
Darah Kawanua penuh talenta ini menikah pertama dengan R.O. Unarsih, dikaruniai seorang anak perempuan, Maria. Perkawinan keduanya, mempersunting bintang tenar yang diorbitkannya sendiri, Paula Rumokoy. Perkawinan ketiganya dengan Inne Ermina Chomid.
Sepak terjangnya sebagai sutradara, dimulai dengan film Sepiring Nasi (1955) dan film Istana Hilang. Ia pernah menimba ilmu Sinematografi di Francis (1963).
Perkenalan perdananya dengan dunia film, catat Perpusnas, pertama-tama lewat wartawan Boes Boestami hingga ia bisa kerja jadi tukang sapu di Studio Film Golden Arrow (Panah Mas).
Academic eBook Template oleh rio redcrossKarena sejak kecil sudah diangkat jadi anak oleh seorang dokter (Liem), dan dapat
nama Cina Liem Yan Yung, ia sudah lancar bahasa Mandarin. Ia pun kerja serabutan
pada bosnya Chok Chin Hsin/alias CC Hardy. (1907-1987) jadi penerjemah
untuk kepentingan pemain dan karyawan film.
Maka studio milik Mr. Chok inilah yang sebetulnya bisa disebut Akademi Sinemarografi Wim yang utama, papar sumber Perpusnas. Dari situ ia bisa belajar semua hal tentang film dan dia bilang: “Kalau orang mengatakan guru saya adalah Mr Chok itu memang betul”.
Nama Wim Umboh mulai melambung sebagai sutradara lewat film Di Balik Dinding (1955) dan Terang Bulan Terang di Kali (1956) berdasarkan tulisan SM Ardan.
Wim kemudian mendirikan perusahaan sendiri, Aries Film, bersama Any Mambo (1912-1973) dengan produksinya yang pertama Istana Jang Hilang (1960).
Dari pernikahan pertama dengan R.O. Unarsih pada 1956, lahirlah anak perempuan yang diberi nama Maria Umboh pada 1957. Anak itulah yang dijadikan bintang utama salah satu film larisnya, Bintang Ketjil (1963).
Film-film yang dihasilkannya lewat perusahaannya sendiri bisa dibilang merupakan langkah-langkah berani dalam dunia perfilman di Indonesia. la orang pertama yang membuat film Cinemascope dan berwarna (Sembilan, 1967) lalu membuat film 70 mm pertama dengan tata suara stereo dalam Mama (1972).
Film-film karya Wim cukup laku di pasaran, tapi juga bisa dipertanggungjawabkan nilai artistiknya. Dua kali berturut karyanya terpilih sebagai film terbaik Senyum di Pagi Bulan Desember (FFI 1975) dan Cinta (FFI 1976).
Sementara itu membentuk juga pasangan romantis kedua setelah RD Moehtar-Roekiah (Terang Bulan, 1973), yakni Sophan Sophiaan dan Widyawati dalam Pengantin Remaja (Film Terbaik Festival Film Asia, 1971) dan Perkawinan (Film Terbaik FFI, 1973).
Lewat Perkawinan, Wim meraih tiga Citra, sebagai sutradara, penulis skenario dan editor. Perkawinan itu juga bikin rekor dengan memborong 8 Piala Citra dan baru bisa kalah
oleh Ibunda-nya Teguh Karya yang dapat 9 Piata Citra pada FFI 1986.
Jarang orang yang punya jiwa kepeloporan dan semangat yang tak kunjung padam seperti dia. Karya terakhirnya adalah Pengantin Remaja (1991) serta sinetron Pahlawan Tak Dikenal (1995). (*)
Editor: Iverdixon Tinungki
Grafis: Ady Putong
Discussion about this post