Sangihe, Barta1.com – Izin Usaha Produksi (IUP) PT Tambang Mas Sangihe (TMS) yang mengkapling 42.000 hektar di wilayah Kabupaten Kepulauan Sangihe perbatasan Indonesia – Filipina mendapat penolakan tegas dari masyarakat adat kepulauan Sangihe.
Penolakan tersebut ditandai dengan diadakannya deklarasi ‘Save Sangihe Island’ dan peluncuran petisi mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencabut IUP PT Tambang Mas Sangihe yang ditanda-tangani oleh Ridwan Djamaluddin selaku Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.
Ketua Badan Adat Kepulauan Sangihe, Olden Ambui dalam orasinya mengatakan masyarakat Sangihe selama ini telah dihidupi oleh alam dalam tuntunan berkat Tuhan yang Maha Esa. Jadi dirinya mengatakan suatu keharusan menjaga kelestarian alam agar alam tidak murka. “Tidak pernah selama ini masyarakat Sangihe merasa kelaparan karena tidak ada perusahaan tambang. Oleh karena itu alam harus dijaga. Hukum adat mengatakan alam akan memberontak kepada mereka di sekitar kalau tidak dan melestarikan. Maka datanglah bencana malapetaka,” kata Ambui.
Ia juga menjelaskan bahwa dalam upacara adat Kepulauan Sangihe telah dinyatakan doa yang dalam bahasa lokalnya disebut Menahulending Banua. Menahulending ialah mendoakan agar wilayah Sangihe tidak terancam atau diancam oleh bencana yang nantinya akan terjadi bila PT Tambang Mas Sangihe mulai beroperasi di Tanah Tampungang Lawo (baca: Sangihe).
“Tentu apa yang kita lakukan sore ini, bukan hanya untuk kepetingan sesaat sekarang, tetapi termasuk kepentingan anak cucu kedepan. Oleh karena itu dalam deklarasi ini, Badan Adat dan seluruh masyarakat adat Sangihe menolak PT Tambang Mas Sangihe. Sebab sesungguhnya apa yang harus kita lakukan dalam rangka memelihara dan melestarikan sekaligus menjaga keutuhan daerah yang hanya kecil ini,” ujarnya.
Senada disampaikan Jull Takaliuang, bahwa pulau kecil Sangihe selama ini nyaman dan indah sebagai ruang hidup masyarakat. Alam tidak butuh manusia. Tapi manusia sangat membutuhkan alam agar bisa hidup dan berkembang. “Sangihe butuh investasi yang ramah terhadap lingkungan. Tidak pernah orang Sangihe mengeluh kelaparan. Berarti kita tidak butuh tambang,” kata putri daerah Sangihe penerima Penghargaan Perdamaian Dunia dari PBB ini.
Takaliuang kemudian menjelaskan bahwa sesungguhnya apa yang telah tersedia di Pulau Sangihe sangat melimpah dan mencukupi untuk kebutuhan masyarakat. Meski begitu kata dia, kelimpahan itu bagi sekelompok orang rakus dan tamak, pasti selalu terasa kurang. “Kalau bukan kita ‘tau i kite’ lalu siapa lagi yang harus menyelamatkan Pulau ini demi kelangsungan hidup anak cucu nanti. Integritas dan harga diri orang Sangihe dipertaruhkan menghadapi godaan menjadi kaya dengan mengeruk emas,” ungkapnya lewat orasinya di deklarasi Save Sangihe Island bertempat Kompleks Pelabuhan Tua Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Deklarasi ‘Save Sangihe Island” yang dihadiri ratusan orang dari perwakilan organisasi dan masyarakat adat Sangihe, dikarenakan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM telah mengeluarkan IUP PT Tambang Mas Sangihe melalui SK produksi bernomor 163.K/MB.04/DJB/2021 dengan luas konsesi sebesar 42.000 Hektar. Sementara luas pulau Sangihe, tak kurang dari 737 km2.
Peliput : Rendy Saselah
Discussion about this post