Tak bisa dibayangkan kecemasan dan ketakutan warga Tuminting mendengar kabar Wisma Haji Sulut (Asrama Haji) bakal dijadikan Rumah Sakit (RS) Isolasi Orang Dalam Pengawasan (ODP) virus Corona (Covid-19).
Darwin Bawonte, misalnya yang ditingkal di Lingkungan 3 yang hanya dibatasi tembok Wisma Haji Sulut mengaku sangat takut. “Kalau Wisma Haji Sulut jadi lokasi RS Isolasi sangat berbahaya bagi kami. Sebab lokasinya berada di tengah permukiman masyarakat. Jelas kami di sini menolak. Kami minta pemerintah mempertimbangkan lagi,” ujar Darwan yang mengaku setia tinggal di rumah sesuai instruksi pemerintah.
Iverdixon Tinungki, warga lainnya menyebutkan drainase Wisma Haji Sulut itu sangat buruk. Bayangkan saja, kalau yang ODP mulai tinggal di situ, lalu air cuci tangan melewati pekarangan rumah warga, apakah hal itu tidak berbahaya?
“Lalu terletak di daerah perbukitan. Jika diguyur hujan pasti banjir mengenangi tiga kelurahan yakni Tuminting, Kampung Islam dan Bitung Karangria. Itu sudah berlangsung sejak dulu. Dan kalau air yang kami terima saat banjir, air dari Wisma Haji yang dihuni ODP kami kira sangat mengancam kesehatan dan jiwa warga,” ujarnya.
Warga yang tinggal di Manado Utara sejak dulu selalu jadi lokasi buangan pemerintah. “Di sini sudah ada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumompo, lalu tempat tinggal warga idap penyakit kusta. Dan sekarang akan dihuni ODP virus Corona. Dan kami kira daerah ini tidak cocok karena masuk klaster permukiman. Ada lokasi yang lebih pantas jadi RS Isolasi bukan di Wisma Haji Sulut. Kalau dipaksakan, kami akan berdemo,” kata Iverdixon.
Kepala Lingkungan 3 Kelurahan Tuminting, Ny Melti Manahampi Kahindutu mengatakan warga jelas-jelas menolak jika memang tempat ini bakal dijadikan RS Isolasi ODP Covid-19.
“Ada 200 lebih kepala keluarga berada di sekitar Wisma Haji Sulut. Dari total 508 warga di Lingkungan 3. Dan mereka semua menolak. Warga sudah datang ke rumah. Mereka menolak dan merasa ketakutan,” ujarnya.
Melti menambahkan telah menghubungi Lurah Tuminting, Theodora Lano. “Ibu Lurah sampaikan akan cek lagi dan berkoordinasi dengan Camat. Sebab belum ada surat pemberitahuan terkait Wisma Haji bakal jadi tempat isolasi ODP,” katanya.
Kondisi Wisma Haji Sulut hingga kini terlihat sepi. Tidak ada aktivitas warga. Hampir seluruh ruangan kosong melompong. Begitu juga dengan gedung yang baru dibangun laiknya hotel pada bagian Selatan.
Sore itu terlihat dua penjaga (suami-istri) Wisma Haji dan beberapa orang yang tinggal di kompleks tersebut. Nampak mereka keluar masuk. “Kami telah menyiapkan 18 kamar. Karena Minggu lalu, Dinas Kesehatan Sulut telah datang mengecek ke sini,” ujar Penjaga Wisma Haji Sulut, Haji Rizki Isa.
Lelaki asal Gorontalo itu mengaku takut juga jika Wisma Haji Sulut benar-benar dihuni ODP Corona. Tapi dirinya hanya menjalankan tugas, sebab ini instruksi dari Kementerian Agama RI. Hanya saja, hingga kini belum ada kepastian, apakah jadi atau tidak.
“Rencananya hanya 18 kamar saja yang akan digunakan di gedung lama. Sedangkan gedung baru memiliki 90 kamar tidak digunakan. Kami masih menunggu instruksi lagi melalui Kanwil Kemenag Sulut,” ujar pria yang bekerja sejak tahun 2002 ini.
Wajar Warga Menolak
Jubir Covid-19 Sulut, Steaven Dandel, membenarkan Wisma Haji Sulut sebagai salah satu alternatif RS Isolasi ODP. “Pemprov Sulut menyiapkan beberapa alternatif lokasi, salah satunya Wisma Haji Sulut. Tiga lainnya yakni Badan Pendidikan dan Latihan (Diklat) Sulut, Pusat Krisis Kesehatan Mapanget dan Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Malalayang,” ujarnya.
Namun baru Badan Diklat Sulut telah jalan dengan tiga ODP yang sedang diobservasi. “Jadi ODP itu adalah pelaku perjalanan dari daerah dengan transmisi lokal yang memiliki 1 gejala yakni demam atau batuk. Kalau yang bersangkutan sudah 2 gejala maka dia masuk Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Nantinya dia dibawa ke RS Rujukan. Wisma Haji merupakan lokasi ke-4. Itupun jika jika lokasi 1, 2 dan 3 penuh. Sekarang yang jalan baru lokasi 1 di Badan Diklat Sulut yang memiliki kapasitas 100 tempat tidur untuk ODP. Jadi langkahnya satu demi satu dibuka,” ujar Steaven.
Kalau misalnya ada penolakan dari masyarakat, itu lumrah. Pemerintah harus siapkan dulu secara matang. “Untuk situasi dilokasi diserahkan kepada aparat keamanan. Kalau sudah beres baru dibuka. Sampai sejauh ini di Badan Diklat Sulut, Pusat Krisis Kesehatan Mapanget dan Bapelkes Malalayang tidak ada masalah. Wajar kalau ada penolakan warga sekitar Wisma Haji Sulut dan itu masih manusiawi, karena kekhawatiran warga. Sehingga paling penting melakukan sosialisasi tentang fungsi dari RS Isolasi dan membuat situasi masyarakat lebih kondusif,” katanya.
Mereka yang masuk ODP mekanismenya tidak bisa ditemui keluarga. Selama isolasi maksimal 2 minggu semua kebutuhan mereka ditanggung pemerintah. Tapi kalau Rapid Test 2 kali dalam jarak 10 hari negatif maka bisa dikeluarkan. “Rencana Pemprov Sulut akan menyiapkan sekitar 1000 kasur,” papar Steaven.
Peliput : Agustinus Hari
Discussion about this post