Mabaris’sa, Babaris atau Berbaris merupakan sebuah potret masyarakat Kabupaten Kepulauan Talaud dalam memperingati hari Natal, hari kelahiran Tuhan Yesus Kristus dan menyambut Tahun Baru. Seperti pada umumnya di Tanah Porodisa, dalam prosesi Mabaris’sa ini, terlihat jelas bagaimana ekspresi masyarakat Desa Kabaruan dan Kabaruan Timur dalam mengungkapkan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas berkat dan cinta kasihNya dalam kehidupan.
Saat tradisi ini digelar, warga tumpah–ruah kejalan. Tua, muda dan anak–anak membanjar dalam barisan yang panjangnya hingga ratusan meter sambil berpasangan. Irama gerakan dua kali serong ke kiri dibalas dua kali serong ke kanan dan seterusnya sambil bergerak maju atau bahasa lokalnya “Dua Pas” mengantar langkah mengitari perkampungan. Terkadang, hingga mentari tak lagi bersinar, warga masih mengayunkan langkah, menari dan terus bergoyang.
Seperti penuturan beberapa tokoh di Desa Kabaruan dan Kabaruan Timur, Mabaris’sa merupakan satu gambaran betapa bersyukurnya warga masyarakat atas berkat dan perlindungan Sang Pencipta dalam kehidupan umat manusia. Memperingati hari kelahiran bayi Juruselamat dan berkat yang telah Ia curahkan bagi umat manusia. Disini terlihat jelas, warga masyarakat yang menjalankan aktifitas sehari – hari, baik di laut maupun di daratan, semua mengucap syukur.
“Mabaris’sa merupakan gambaran bagaimana warga masyarakat bersuka cita dalam memperingati kelahiran Anak Domba Allah dan kasih karuniaNya dalam setahun perjalanan kehidupan serta menyambut tahun yang akan datang,” kata Jetro Taarae, salah satu tokoh agama.
“Di sini kita bisa melihat bagaimana ungkapkan rasa syukur atas kemurahan dan cinta kasih Sang Pencipta dalam kehidupan umat manusia oleh warga masyarakat. Baik Petani, Nelayan, Pegawai Negeri, Pengusaha dan profesi yang lainnya,” ungkapnya.
Dahulu, lelaki dewasa menabuh tambur serta meniup harmonica sebagai musik pengiring tarian yang diperagakan oleh masyarakat yang sedang mensyukuri berkat Tuhan. Akan tetapi, saat ini sebagian besar masyarakat Talaud telah beralih dari musik tradisional tambur ke alat musik yang lebih modern. Gerobak yang bermuatan tumpukan sound sistem dan Genset memantik hangatnya suasana. Menyajikan berbagai jenis lagu yang menuntun gerak tubuh penari di tengah sukacita yang mereka rasakan.
“Kalau dulunya menggunakan tambur dan harmonika, saat ini menggunakan sound system. Tetapi tahun depan kita akan berupaya untuk menggunakan lagi alat musik tradisional,” terang Viktor Essing, salah satu tokoh masyarakat.
“Pergeseran dari alat musik tradisional kealat musik modern ini difaktori oleh semakin sulitnya mendapatkan kulit kambing sebagai bahan pembuatan tambur,” tambahnya.
Selain itu, dikatakan juga bahwa sedikit perubahan saat Mabaris’sa yang sudah berusia puluhan tahun ini hanya pada alat musiknya saja tanpa menghilangkan makna yang terkandung didalamnya.
“Sudah sejak puluhan tahun silam, orang–orang tua kita melakukannya. Yang berubah hanyalah alat musiknya saja tanpa menghilangkan makna sesungguhnya dar Mabaris’sa ini,” tutur Erens Gumansalangi, Ratu Banua Desa Kabaruan dan Kabaruan Timur.
“Hal ini terjadi karena jumlah hewan kambing di Talaud sudah bisa dihitung dengan jari atau sangat sedikit,” jelas Gumansalangi.
Hingga saat ini, tradisi Mabaris’sa di Kabupaten Kepulauan Talaud masih awet dan menjadi bagian penting setiap tahun dalam perayaan Natal 25 Desember dan Tahun Baru 01 Januari. (*)
Peliput : Evan Taarae
Discussion about this post