Saat dilantik sebagai Bendahara Umum Partai Golkar Sulut lebih 1 dekade lalu, Yongkie Limen terhitung sosok baru di peta perpolitikan daerah. Setelah memegang jabatan penting di Golkar provinsi, barulah namanya mulai mencuat. Dia ikut menentukan kebijakan-kebijakan strategis internal beringin yang saat itu dinahkodai Stefanus Vreeke Runtu, Bupati Minahasa.
Peluang untuk mencapai karier politik yang lebih tinggi diambil Yongkie ketika suksesi Manado bergulir pada 2009. Itu adalah sebuah masa di mana pemerintahan Kota Manado berada dalam era tanpa pasti akibat bergonta-ganti walikota, pasca-pejabat sebelumnya Jimmy Rimba Rogi dan wakilnya Abdi Wijaya Buchari tengah menghadapi masalah hukum.
Nama Yongkie Limen muncul perlahan sebagai salah satu kandidat yang diperhitungkan. Alasannya, Yongkie merepresentasikan dirinya sebagai bagian dari warga Nusa Utara di Manado, sebab memang dia masih berdarah Tamako, Sangihe. Tak heran tagline digunakan ‘Tahendunge Wue Ia”— jangan lupakan saya, adalah istilah dari tanah kelahirannya.
“Bahkan Yongkie yang saya kenal sangat khatam berdialek Sangihe dan masih membawa budaya Nusa Utara dalam berkehidupan,” kata Gunfanus Takalawangeng, sahabat karib Yongkie, berkisah pada Barta1.
Gunfanus, kini Sekretaris DPC Partai Gerindra Sangihe, ingat benar Yongkie memiliki keinginan sangat besar untuk maju pencalonan walikota Manado dari Golkar. Namun fakta yang ada, partai memilih calon lain. Sebuah keputusan penting namun berat harus dia ambil saat datang tawaran dari Gerindra.
“Dia sempat ketemu Prabowo Subianto dan Hashim Djojohadikusumo di Jakarta, dan pilihan pimpinan pusat itu akhirnya jatuh pada Yongkie sebagai calon walikota,” ujar Gun.
Dalam posisi demikian, tentu Yongkie dan kandidat wakil walikota Marietta Kuntag berhadap-hadapan dengan lawan, salah satu dari Golkar, partai yang melahirkan dirinya sebagai politisi.
Baca juga: Bartagrafis: Figur Nusa Utara Siap Melenggang di Pilwako Manado 2020
Pilwako Manado yang digulir 2 kali pada 2010 memang belum memihak Yongkie-Marietta. Keduanya kalah, begitu juga pasangan dari Golkar Hanny Joost Pajouw-Anawar Panawar. Vicky Lumentut dan Harley Mangindaan dari Demokrat yang kemudian dilantik sebagai walikota dan wakil walikota.
Tetapi dari agenda politik itu, Yongkie bisa membangun jejaring suaranya di seluruh Kota Manado. Massanya jelas dan tersebar cukup merata di seluruh kecamatan. Tabungan suara itu juga nampak ketika Pemilu 2019 barusan, dia terpilih dan duduk lagi di DPRD Provinsi Sulut dengan raupan lebih dari 9.000 suara.
Yongkie, aku Gun, memang akrab dengan komunitas warga Nusa Utara di Manado. Sebagai politisi dia berjiwa petarung, karakter khas orang Tamako Sangihe. Sebagai wakil rakyat dia dikenal blak-blakan dan tanpa kompromi demi membela kepentingan publik.
Beberapa bulan sebelum dia dilantik sebagai legislator Sulut, sang istri Conny Rares SE sudah duluan dikukuhkan sebagai anggota Dewan Kota Manado. Pasangan ini adalah wakil Golkar di provinsi dan kota.
Mendaftar di Golkar
Jumat 15 November 2019, Yongkie Limen menyerahkan berkas pendaftaran bakal calon walikota Manado di sekretariat DPD II Partai Golkar Manado. Sekretaris Golkar Manado Dolfie Mamengko menyatakan, sebagaimana para pendaftar lain, Yongkie juga akan disurvei untuk membaca tingkat keterpilihannya di kalangan masyarakat.
Saat itu juga Yongkie menyatakan kelegaannya. Bukan apa-apa, sebagai politisi yang lahir dari rahim Golkar Sulut, dia memang merasa Beringin adalah rumah besar yang adalah bagian dari dirinya sendiri.
“Saya adalah kader Golkar dan tentu saja bangga bisa mendaftar di partai yang telah membesarkan saya,” ujar Yongkie di hadapan pengurus Golkar Manado.
Keputusan untuk maju dalam kontestasi Pilwako Manado 2010, aku dia, patut diambil karena menjawab keinginan konstituen yang mayoritas warga Nusa Utara di Manado. Apalagi kata dia warga keturunan Nusa Utara di Manado ada di kisaran 90.000 jiwa, sebuah panggilan bagi Yongkie untuk memperjuangkan suara mereka.
“Ini keinginan arus bawah, tanpa mereka saya tak mau gegabah ikut mendaftar,” katanya. (*)
Peliput: Albert P. Nalang
Editor: Ady Putong
Discussion about this post