Bitung, Barta1.com — Proyek ruas Tol Manado-Bitung masih menimbulkan benang kusut. Kondisi itu setidaknya berlaku pada relokasi 135 kuburan yang dikelola Yayasan Almuhajirin dan Uswatun, dari Kelurahan Maesa Bitung Tengah ke Pinangunian yang akan dilaksanakan Selasa (09/07/2019).
Lokasi kedua kompleks pekuburan ini masuk dalam jalur pembangunan badan tol. Kabar mengemuka, pemerintah mengeluarkan anggaran senilai Rp 1,57 miliar untuk merelokasi ratusan kubur di situ, bersumber dari APBN. Belum lagi relokasi ini dilakukan, puluhan warga yang anggota keluarganya dikubur di kompleks Almuhajirin dan Uswatun melakukan protes.
“Ukuran makam berbeda dengan apa yang disampaikan kepada kami,” kata Sahring Sasiritang, warga Bitung Tengah Senin (08/07/2019). “Lokasi berbeda dan lebar lobang hanya 40 cm, nantinya jika ditaruh mayat akan sempit dan tidak sesuai dengan ukuran tanah dan ukuran makam,” tambah dia.
Pantauan Barta1 di titik relokasi, apa yang disebut Sahring benar adanya. Barisan lobang yang tergali itu memang bisa dikata tidak memadai untuk menaruh jenazah. Tingginya hanya mencapai lutut orang dewasa. Sedangkan luasannya sekitar 320 centimeter, diakumulasi dari panjang lobang 80 centimeter dan lebar 40 centimeter. Sementara jarak antara lobang yang satu dengan lainnya relatif berdekatan.
“Proses penguburan ini kan ada pedomannya, ukuran kubur juga ada standarnya, kita harus menghormati jenazah,” kata dia.
Sahring juga menyesalkan sikap Lurah Maesa, yang disebutnya tidak transparan mensosialisasikan relokasi tersebut pada pihak keluarga. Dia memaksudkan soal pemotongan anggaran pembangunan kubur.
“Menurut lurah tadi siang, siapa yang sudah digali makamnya sudah bisa menerima sisa dana dari anggaran makam yang disediakan,” ungkap Sahring.
Menyangkut masalah tersebut, Lurah Maesa Tomix Tumbilung menyatakan proses penggalian makam ditangani Dinas Pemukiman dan Tata Ruang Kota Bitung. Ukurannya 200 x 100 centimeter, batu nisan berukuran 40 x 40 centimeter.
“Semuanya seragam, tapi kalau di lokasi tidak sesuai ukuran itu kesalahan pekerjanya, kita sudah buat kontrak dengan pekerja,” ujar Tomix.
Selanjutnya, harga per makam yang bertegel dianggarkan Rp 8 hingga Rp 9 juta. Sedangkan yang tidak bertegel sebesar Rp 7 juta.
“Per makam dipotong Rp 3.200.000 untuk membiayai peti,kain kafan, ambulans, kesehatan dan orang kerja dan sisa dari anggaran tersebut diberikan ke masing-masing keluarga atau ahli waris,” tambahnya.
Dari 135 makam, 130 akan dimakamkan Pinangunian, sedangkan sisanya 5 diminta keluarga untuk dimakamkan di Gorontalo.
“Bagi keluarga yang membawa jenazah ke Gorontalo kami memberikan dana sesuai anggaran yang sudah disediakan,” ujarnya. (*)
Peliput: Meikel Pontolondo
Discussion about this post